'Seperti mimpi'. Mungkin itu adalah kata-kata yang bisa menggambarkan kesan yang begitu mendalam dari acara kemping keluarga Pramuka Klub Oase yang kami ikuti pada 25-26 November yang lalu. Bagiku dan Nur, bermalam di alam terbuka menjadi sebuah pengalaman pertama yang berharga karena banyak hal yang beru pertama kali kami alami di dalamnya.
Setelah menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Cibodas selama 2 jam lebih karena kondisi Pasar Cisarua yang tersendat, akhirnya kami sampai di salah satu kaki Gunung Gede Pangrango, yaitu Bumi Perkemahan Mandalawangi, Cibodas. Udara segar langsung terasa memenuhi paru-paru sesampainya kami di sana. Bertempat di Blok Danau, kami membawa sebagian demi sebagian barang bawaan kami ke sana. Dan sungguh medan perjalanan yang tidak sederhana ternyata. Dari tempat parkir menuju tempat perkemahan, terdapat tiga alternatif jalan, namun semuanya memiliki tantangannya sendiri-sendiri. Ada yang melewati bebatuan di sungai yang mengalir, ada yang melewati jembatan bambu yang terlihat reot tanpa pegangan, ada juga jalan yang tanpa sungai dan jembatan namun menyusuri jalan setapak yang naik turun dengan rute yang lebih jauh.
Setibanya kami di sana, tenda-tenda sudah didirikan. Keluarga-keluarga Klub Oase yang sudah terlebih dahulu sampai sungguh memudahkan kami yang baru datang sehingga dapat langsung mempersiapkan diri dan mengikuti kegiatan pramuka yang sudah dijadwalkan di sana. Dan sungguh kami bersyukur karena ada penjaga perkemahan yang begitu sigap membawakan barang-barang kami dari tempat parkir menuju bumi perkemahan.
Menyaksikan Film Sejarah Gunung Gede Pangrango dan Hujan-hujanan
Tema utama dari kegiatan kemping ini adalah pramuka, dan sungguh aku bersyukur karena diperkenankan menjadi salah satu kakak pembimbing untuk anak-anak Klub Oase yang begitu energik dan ceria dimana Olympus dan Yanthi ada di dalamnya. Anak-anak pramuka dibagi menjadi tiga regu Penggalang (Garuda, Elang dan Kupu-kupu) dan satu barung bersama Siaga. Diawali dengan upacara pembukaan, lalu dilanjutkan dengan menyaksikan film pendek tentang sejarah dan profil dari Gunung Gede Pangrango dan kawasan-kawasan perlindungan yang ada di sekitarnya, di balai besar yang ada di Mandalawangi.
Rencananya, acara pramuka akan dilanjutkan dengan kembali ke perkemahan sore itu untuk mempersiapkan penampilan dalam acara api unggun yang direncakanan akan diadakan malam ini. Namun rencana harus disesuaikan lagi karena turun hujan yang cukup deras sehingga membuat kami tidak dapat segera kembali ke tenda. Maka jadilah anak-anak diminta untuk mengidentifikasi nama hewan dan tumbuhan yang terdapat di dalam ruang informasi di dalam balai besar yang akan menjadi bagian dari materi widegame yang akan diadakan esok hari.
Hujan telah mulai reda, kami pun kembali ke tenda melalui jalur memutar yang panjang namun lebih aman karena bebatuan di aliran sungai sudah tak dapat dilewati. Hujan yang deras membuat air di aliran sungai lebih deras dari biasanya dan menutupi batu-batu pijakannya.
Sekembalinya ke tenda, hujan deras kembali turun. Berkat jas hujan, bersama para orangtua yang lain, aku memasang gapura di gerbang perkemahan dengan spanduk bertuliskan ‘Camping Pramuka Klub Oase’, juga mempersiapkan tenda tambahan bila memang hujan akan tetap turun dengan deras hingga malam hari. Karena di dalam agenda kegiatan, pada malam harinya akan diadakan acara api unggun. Bila hal itu tidak dapat diwujudkan, maka acara akan digeser menjadi berkumpul di bawah tenda besar.
Anak-anak sendiri tidak tinggal diam di tenda saat hujan turun. Sebagian malah membuka bajunya dan bermain-main di bawah hujan. Oji pun sempat bermain hujan-hujanan, walau tidak selama teman-temannya yang lain. Setidaknya dia sudah merasakan serunya berhujan-hujanan dalam acara kemping kali ini... ^^
Anak-anak sendiri tidak tinggal diam di tenda saat hujan turun. Sebagian malah membuka bajunya dan bermain-main di bawah hujan. Oji pun sempat bermain hujan-hujanan, walau tidak selama teman-temannya yang lain. Setidaknya dia sudah merasakan serunya berhujan-hujanan dalam acara kemping kali ini... ^^
Api Unggun
Puji syukur kepada Tuhan yang mencukupkan hujan di tempat kami berkemah menjelang acara api unggun akan diadakan. Jadilah di atas rerumputan yang basah, api unggun dapat dinyalakan dan setiap regu pramuka tampil dengan kreativitasnya masing-masing, begitupun para orangtua dan kakak pembina. Ada yang menyanyi, drama, menari dan sebagainya. Acara api unggun ditutup dengan menyalakan dua lampion kertas ala Tangled yang berhasil diterbangkan sampai nyala apinya menghilang di langit malam.
Olympus sendiri bersama anak-anak Siaga bermain drama dengan tema siaga pemberani. Oji mendapat peran sebagai harimau. Dan dengan sepenuh hati ia mengaum ketika gilirannya tiba. Tapi karena masih kecil, maka suara aumannya terdengar seperti anak harimau saja, tapi lumayanlah. Keberaniannya untuk tampil kembali sangat kuapresiasi… Well done, Oji! ^^d
Olahraga Pagi dan Lomba Mendayung
Hari berganti. Udara yang begitu dingin namun sejuk sudah mulai merasuk sejak malam. Gelapnya suasana perkemahan membuat cercah demi cercah cahaya matahari yang terbit di ufuk timur menjadi terasa sangat berarti, sampai seluruh tanah perkemahan menjadi terang. Setelah menikmati jagung rebus, anak-anak pramuka melanjutkan kegiatan dengan berolahraga pagi dan lomba mendayung.
Pagi itu, awalnya aku merasa tidak tega membangunkan Oji yang meringkuk kedinginan di balik selimutnya. Tidurnya terlihat sangat dalam dan nyenyak, namun ia sengaja kubangunkan karena aku tidak ingin dia kecewa karena ditinggal berkegiatan oleh teman-temannya. Dan benar saja, Oji langsung terbangun dan mengikuti kegiatan pramuka di pagi hari itu dengan semangat.
Berbeda dengan Yanthi yang tanpa diduga-duga tiba-tiba terlihat berjalan sendiri menuju danau tempat lomba mendayung. Tadinya aku berpikir dia datang bersama ibunya. Ternyata tidak! Kata Nur yang datang tergopoh-gopoh di belakangnya, Yanthi sedang asyik memetik-metik gitar sambil bernyanyi di dalam tenda, lalu tiba-tiba menghilang saat Nur sedang sibuk membantu persiapan konsumsi untuk sarapan. Syukurlah Yanthi berjalan ke arah yang benar.
Melihat sampan yang berjejer, sementara sebagian kakak-kakak Penggalang sedang asyik berlomba mendayung keliling danau, maka anak-anak Siaga, termasuk Oji, terlihat sudah tidak sabar untuk ikut naik perahu. Akhirnya aku ikut di dalam perahu menemani anak-anak siaga sambil memangku Yanthi berkeliling danau. Namanya juga bocah-bocah siaga berusia 5-8 tahun, masing-masing memiliki semangat dan kemauannya sendiri di dalam mendayung yang membuat kapal terkadang bergoyang sehingga air masuk ke dalam perahu. Jadilah tidak sampai satu keliling, kami kembali menepi. Tidak terlalu lama, tapi lumayanlah buat pengalaman para bocah, termasuk diriku sendiri… ^^
Widegame Mendaki Menuju Air Terjun Cibereum
Setelah anak-anak penggalang bermain bola dan anak-anak siaga bermain kejar-kejaran dan singkongan, kami kembali ke tenda untuk sarapan dan mempersiapkan diri guna mengikuti widegame. Direncanakan rute widegame adalah menaiki Gunung Gede menuju air terjun Cibereum. Dan karena ini adalah pengalaman pertamaku mendaki gunung ini, maka aku tak mengetahui seberapa jauh jarak menuju air terjun tersebut.
Direncakan dalam widegame untuk Penggalang ini akan dibagi menjadi tiga pos. Pos pertama di tempat pendaftaran, pos kedua di pos pemberhentian dekat telaga, dan pos ketiga di air terjun Cibereum. Aku mendapat kesempatan untuk menjadi penjaga di pos ketiga, artinya di rute paling terakhir. Karena sambil membawa logistik, maka bebanku tidak hanya badanku, namun juga satu kantong plastik makanan untuk dimakan bersama di pos terakhir.
Dan ternyata… rute tersebut tidaklah dekat. Untukku yang tidak rutin berolahraga ini, menapaki satu demi satu anak tangga di jalur pendakian tersebut sungguh merupakan sebuah tantangan tersendiri. Di dalam setiap langkah yang harus diperhitungkan dengan sungguh-sungguh bila tidak ingin terpeleset karena bebatuan yang licin, terlintas berbagai kenangan saat menapaki rute Panglima Besar Jenderal Sudirman ketika aku sekolah di SMU Taruna Nusantara Magelang sekitar 16 tahun yang lalu. Sebuah masa yang tak akan terlupakan dimana kebersamaan dan semangat menjadi penggerak seluruh tubuh di dalam menyelesaikan rute berkilo-kilometer dengan medan perjalanan naik-turun yang sungguh menantang.
Kini perasaan itu kembali terulang. Dan walau melelahkan, aku sangat menikmati setiap langkah yang kuambil sambil mengagumi betapa hijau dan tingginya pepohonan yang berada di sana. Tak hanya pepohonan, aku pun mengagumi bebatuan yang terdapat di sepanjang jalan setapak menuju air terjun. Ada bongkahan batu yang berukuran sebesar city car. Sepertinya itu adalah salah satu bongkahan batu yang terlontar saat Gunung Pangrango meletus beberapa tahun silam. Sungguh suasana hutan yang alami benar-benar sesuatu yang jarang kunikmati. Dan aku kembali mensyukuri kesempatan yang diberikan Tuhan kepadaku pada saat ini... ^^
Kini perasaan itu kembali terulang. Dan walau melelahkan, aku sangat menikmati setiap langkah yang kuambil sambil mengagumi betapa hijau dan tingginya pepohonan yang berada di sana. Tak hanya pepohonan, aku pun mengagumi bebatuan yang terdapat di sepanjang jalan setapak menuju air terjun. Ada bongkahan batu yang berukuran sebesar city car. Sepertinya itu adalah salah satu bongkahan batu yang terlontar saat Gunung Pangrango meletus beberapa tahun silam. Sungguh suasana hutan yang alami benar-benar sesuatu yang jarang kunikmati. Dan aku kembali mensyukuri kesempatan yang diberikan Tuhan kepadaku pada saat ini... ^^
Lengkapnya Kebahagiaan di Air Terjun Cibereum
Setelah menempuh perjalanan hampir 1 jam, suara deru air yang deras mulai terdengar. Dan sampailah aku di air terjun Cibereum. Terdapat dua air terjun di sana, dimana salah satunya tidak sederas air terjun yang lain. Dan sungguh aku sangat mensyukuri dan menikmati suasana tersebut. Walau dingin dan dipenuhi butir-butir air di udara, sepertinya itulah yang membuat rasa lelah menanjak menjadi sirna, apalagi sambil menikmati ubi rebus yang telah dipersiapkan.
Satu demi satu regu penggalang tiba di air terjun untuk menyelesaikan tugas akhir mereka di pos ketiga, yaitu menyatukan dua tongkat dengan tali tambang. Sungguh aku sangat mengagumi semangat dan kesanggupan anak-anak Klub Oase di dalam menempuh perjalanan yang menurutku tidak mudah itu.
Saat aku sampai di muka air terjun Cibereum, sambil mengagumi Karya Tuhan melalui alam-Nya di salah satu belahan bumi di alam semesta ini, tak dapat kupungkiri bahwa keindahan itu ternyata tak sepenuhnya lengkap. Seperti ada yang kurang… Ya, tidak ada Nur istriku di sana. Memang nikmat menghirup udara penuh butir air dengan udara dingin di tempat yang indah itu, namun kembali tetap saja ada yang kurang.
Maka saat aku melihat sosok cantik bertopi coklat menggendong anak perempuan bertopi merah ada di setapak tangga menuju air terjun, sungguh hatiku terkejut dan sangat bahagia! Nur istriku ada bersamaku di air terjun ini! Dan tidak hanya dirinya, namun juga Oji dan Yanthi! Kembali Oji mengejutkanku dengan kesanggupannya mendaki kaki gunung sampai jarak ukur HM 28 ini. (Kabarnya itu adalah kepanjangan dari ‘high mountain’, namun ada juga yang menyebutkan bahwa jaraknya sekitar 2,8 km dari titik awal pendakian)
Demikianlah kebahagiaan mendaki gunung hingga air terjun Cibereum ini terasa begitu lengkap. Ditambah lagi, upacara penutupan kegiatan Pramuka Klub Oase yang diadakan di tempat itu dilengkapi dengan penyematan slayer sebagai tanda telah mengikuti kegiatan camping Pramuka Klub Oase. Dan dengan adanya pendakian gunung di kaki Gunung Gede Pangrango ini, menjadikan untuk mendapatkan slayer tersebut ternyata dibutuhkan perjuangan yang tidak ringan.
Menuruni Gunung Pangrango Kembali ke Perkemahan
Selesai upacara, perjalanan belum berakhir karena kami masih harus menuruni setapak demi setapak jalan yang kami daki tadi. Bila mendaki kami mendorong tubuh ke atas, bila turun maka kaki inilah yang menahan beban tubuh sepanjang perjalanan. Ditambah lagi, aku menggendong Yanthi dari air terjun sampai ke perkemahan, sungguh sebuah perjalanan yang begitu penuh perjuangan namun sangat mengesankan.
Kesan itu ditambah dengan melihat kesanggupan Oji menyelesaikan rute menuruni gunung dimana tidak ada jalan lain selain jalan yang dinaiki sebelumnya karena Oji beberapa kali mengeluhkan rasa sakit di kakinya serta rasa lelah di tubuhnya. Namun karena aku dan istriku terus memotivasinya agar tetap bersemangat sampai akhir, Oji pun berhasil menyelesaikan perjalanan sampai ke perkemahan tanpa digendong sekalipun.
Sesampainya di perkemahan, acara dilanjutkan dengan makan siang dan membereskan perlengkapan dalam rangka persiapan untuk pulang. Aku sendiri ternyata sudah tidak sanggup untuk beraktivitas lagi setelah makan. Naik turun sambil membawa beban di pundak membuatku betul-betul membutuhkan tidur walau hanya sebentar. Jadilah aku memejamkan mata sambil menemani Yanthi, sementara Nur membereskan barang-barang. Oji sendiri terlihat tidak ada capeknya. Dengan jas hujannya, karena hujan kembali turun, Oji terlihat bersenang-senang bermain dengan teman-temannya yang satu per satu mulai meninggalkan perkemahan.
Akhirnya tiba juga waktu bagi kami untuk pulang. Di tengah guyuran hujan, mobil kami mengarah menuju Jakarta. Dan ternyata, lalu lintas Puncak menuju Jakarta tidaklah selancar yang diharapkan. Tidak ada sebab lain dari kemacetan tersebut selain padatnya kendaraan yang turun dari Puncak. Sesampainya di jalan tol setelah 2,5 jam menyusuri kemacetan, jalan pun lancar sampai ke tempat tinggal kami di Cipinang.
Sesampainya di rumah, Oji yang kupangku sudah terlelap sepanjang perjalanan. Maka aku kembali harus menggendong Oji ke kamar. Dan karena kamarku ada di lantai 2, begitu melihat tangga, seakan seluruh tubuhku berkata, “Naik tangga lagi?!” xD
---
Begitulah rangkaian perjalanan yang penuh pengalaman bersama Pramuka Klub Oase. Dengan berakhirnya kegiatan kemping, maka berakhir pula rangkaian kegiatan Klub Oase untuk sesi kali ini. Kegiatan pramuka akan kembali diadakan tahun depan bila tidak ada halangan yang berarti.
Puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan cuaca yang begitu mendukung setiap kegiatan kami. Memang ada hujan deras yang turun dari siang hingga malam, namun itu membuat anak-anak jadi bisa bermain hujan-hujanan dan para orangtua pun mendirikan tenda darurat bersama-sama untuk mengantisipasi bila hujan tidak berhenti sampai tengah malam. Dan hujan yang berhenti setelah makan malam membuat acara api unggun ternyata bisa diadakan. Langit cerah memungkinkan lampion untuk diterbangkan. Cuaca cerah sejak pagi sampai seluruh rombongan kembali dari air terjun, dan baru hujan saat kami makan siang dan beres-beres, membuat setiap momen terasa begitu penuh kesan dan perjuangan.
Rasanya, apa yang kami alami di Bumi Perkemahan Mandalawangi ini akan menjadi kenangan tak terlupakan di dalam benak setiap keluarga Klub Oase, baik itu orangtua apalagi anak-anaknya. Sungguh aku bersyukur berada di tengah teman-teman yang saling mendukung di dalam setiap kegiatan di dalam Klub Oase. Dan dalam kemping kali ini, semua cinta dan perhatian itu begitu terasa melalui cara setiap individu di dalamnya.
Semoga spirit Klub Oase yang seperti ini dapat terus dipertahankan, karena kebersamaan di dalam keragaman (yang betul-betul beragam ini) ternyata dapat diwujudkan menjadi sebuah kegiatan positif yang penuh kesan.
Sampai jumpa lagi di kegiatan berikutnya, teman-teman. Salam Pramuka! ^^d (ting!)
(Semua foto-foto di atas adalah karya teman-teman dari Klub Oase yang telah dibagikan di Facebook. Terima kasih Mas Praz dan Mas Reza atas foto-fotonya yang keren... ^^)
0 comments:
Post a Comment