"Kita tidak pernah tahu apa yang menjadi jalan atau penyebab seseorang itu jatuh cinta."
Demikian ucap Mbak Lala dalam salah satu sharing bersama peserta Coaching Homeschooling via Zoom semalam. Kebetulan tema yang dibahas adalah bagaimana bila pasangan belum sepaham dengan keputusan homeschooling yang dijalani oleh anaknya.
Apakah ada sahabat praktisi homeschooling, khususnya ibu-ibu atau para istri, yang mengalami hal ini?
Ya, memang memilih jalan pendidikan membutuhkan sebuah keyakinan dan kepercayaan. Dan seperti kata Takeshi Maekawa melalui karakter Chinmi sang Kung Fu Boy, "Kepercayaan tidak bisa bisa dipaksakan, tetapi dilahirkan."
Kapankah momen kelahiran itu? Kapankah momen jatuh cinta itu? Bisakah seorang istri atau suami memaksakan sebuah keyakinan kepada pasangannya bahwa homeschooling adalah jalan pendidikan anak yang terbaik, yang relevan dengan perkembangan masa depan yang semakin egaliter, setara dan terbuka?
Kembali ke ucapan Mbak Lala di atas, "Kita tidak pernah tahu apa yang menjadi jalan atau penyebab seseorang itu jatuh cinta."
Maka, keyakinan pasangan atas jalan homeschooling taklah bisa dipaksakan. Apalagi dalam perjalanan hidup mendapatkan berbagai afirmasi dan konfirmasi bahwa pendidikan formal lewat jalur sekolah-lah yang membuat seseorang bisa 'hidup' dan bertahan di dunia sekarang ini seperti yang terjadi dalam dunia kerja dan pergaulan yang dijalaninya.
Maka apa yang bisa dilakukan? Tentu dengan terus memanjatkan doa kepada Tuhan Sang Maha Pembalik Hati agar pasangan dapat melihat homeschooling sebagai jalan terbaik bagi pendidikan anaknya.
Itu ikhtiar langitnya.
Bagaimana dengan ikhtiar buminya, atau yang bisa dilakukan dalam keseharian bersama pasangan?
Tunjukkan bahwa memang homeschooling itu membahagiakan dan cocok bagi anak. Karena penolakan atau ketidaksepahaman pasangan niscaya juga didasari atas niat dan cinta yang sama, yaitu ingin memberikan yang terbaik bagi sang buah hati.
Berbagilah hanya hal-hal yang membahagiakan kepada pasangan, bukan bebannya.
Apakah menjalani keseharian homeschooling itu bisa tanpa beban? Ooh, tentu jelas tidak. Niscaya akan terjadi tantangan, kegundahan dan kegalauan di dalam perjalanannya.
Lalu kepada siapa beban dan kegundahan ini bisa dibagi? Itulah pentingnya berkomunitas atau bergaul dengan komunitas atau orang-orang yang positif, mengikuti coaching atau pelatihan yang berfokus kepada self-awareness, mindfulness, atau berada bersama mentor dan orang-orang yang sudah lebih dahulu atau bersama-sama sedang menjalani prosesnya. Agar apa? Agar bebannya bisa dibagi ke sana.
Dan siapa tahu dan siapa menyangka bahwa dengan berbagi bebannya, solusi-solusi itu pun datang dengan sendirinya, atau ternyata solusi itu tidak jauh, ternyata ada pada diri kita sendiri.
Kita hanya butuh sejenak momen untuk bisa membaginya, merenungkannya, merefleksikannya, menerimanya bahkan mensyukurinya. Itu sebabnya salah satu materi kelas di dalam program Coaching Homeschooling Rumah Inspirasi adalah melakukan proses menjurnal yang menjadi sarana untuk melakukan manajemen diri, termasuk manajemen hati.
Dan siapa tahu bahwa salah satu pintu jatuh cinta pasangan kita terhadap homeschooling adalah kala melihat diri kita ternyata tetap kuat, tegar dan berbahagia dalam menjalani prosesnya.
Siapa tahu 😊🙏
Rawamangun, 4 Juni 2021
#catatanharianAndito
#selfreminder
#jatuhcinta
#homeschooling
0 comments:
Post a Comment