Menerima Tuaian Kebaikan



"Wah, kayaknya ada ... atau ... nya pak yang perlu dicek."

Demikian ucapan Pak Temi, montir langganan yang mengurusi servis motor saya selama ini, yang menghubungi saya kembali via panggilan Whatsapp.

Saya pakai "..." karena saya tidak familiar dengan onderdil yang disebut Pak Temi. Namun hal itu sudah menunjukkan sebuah keadaan yang saya dan Oji akan nikmati bersama malam ini.

Saat berangkat, motor kesayangan kami sudah menunjukkan gejala tidak bisa panas. Mesin seperti kehilangan tenaga dan mati, dan baru bisa dihidupkan setelah beberapa menit. Jalan lagi beberapa ratus meter, lalu mati lagi. Terus demikian sampai menuju Stadion Akuatik Gelora Bung Karno.

Bersyukur kami berangkat lebih awal dan tidak terlambat. Dan Oji tetap bisa ikut pemanasan, ikut dalam pertandingan polo perdananya, dan turut menghantarkan BNT memenangkan poin pertamanya malam ini.

"Ji, kita akan berpetualang malam ini. Siap?" Karena kondisi motor akan membuat perjalanan kami lebih panjang dari yang seharusnya. Dan bersyukur Oji menyatakan siap dan akan menjalaninya bersama.

Bersyukur motor dapat dihidupkan dan kami bisa keluar GBK, menaiki flyover dari Senayan menuju Gatot Soebroto dengan lancar.

Flyover Semanggi di depan mata, dan bersyukur dapat kami lewati juga. Dan setelah itu, motor kami pun padam 😁

Di sanalah kami mulai menuntun motor. Sambil ngobrol apa saja berdua di tengah keramaian suasana malam Jakarta, salah satunya mensyukuri bahwa cuaca cerah dan kami tidak kehujanan saat motor mogok 🙏

Kami sudah bersiap akan menghidupkan motor lagi saat akan melewati flyover Kuningan. Karena bila motor hanya bisa dihidupkan sesaat, setidaknya akan kami gunakan momen itu untuk pada momen2 perjalanan menanjak.

"Mas, bensinnya habis?" Seseorang dengan sepeda motornya menghampiri kami.

"Tidak mas. Kata montir langganan ada onderdil yang perlu dicek karena setiap panas mesinnya mati. Nanti kalau sudah dingin hidup lagi." jawabku.

"Yuk, saya dorong sampai ketemu bengkel." ajaknya.

"Nggak usah mas. Saya pulang saja. Besok mau dicek ke bengkel." jawabku lagi.

"Rumahnya di mana?"

"Di PWI."

"Lho, searah dong mas."

"Oh ya? Masnya di mana?"

"Di PP (sebuah komplek yang tidak jauh dari PWI). Yuk, saya dorong. Anaknya naik ke motor saya aja."

Dan jadilah malam itu kami pulang lebih cepat dari perkiraan, dan betul2 didorong motornya dengan kaki sampai depan rumah, dari Kuningan sampai Cipinang 😭

Saat menawarkan uang pengganti untuk bensinnya, mas yang mengaku masih lajang itu menolak. Dan kami mendoakan semoga kebaikannya akan berbalas kebaikan pula yang akan memudahkan urusannya sebagaimana kami sangat-sangat-sangat dimudahkan pada malam hari ini 🙏🌱

Setelah sahabat penolong kami pergi, di depan pagar rumah, saya bertanya kepada Oji, "Apa yang Oji pelajari dari peristiwa ini?"

Sambil tersenyum, Oji menjawab, "Kebaikan Ayah dibalas pada malam hari ini."

"Nah itu dia Ji. Ayah tidak tahu kebaikan yang mana yang memudahkan kita pada malam hari ini. Yang jelas, tidak ada kebaikan yang tidak berbalas. Itu sebabnya Ayah mengajak Oji untuk selalu berbuat kebaikan, karena kita tidak pernah tahu kapan balasan kebaikan itu akan dicairkan."

"Semoga suatu hari, saat Oji sudah bisa membawa motor sendiri dan melihat ada orang yang sedang menuntun motornya dan butuh bantuan, ingatlah betapa bahagianya Oji saat ini ketika mendapat bantuan dari orang lain sehingga Oji akan membantunya dengan sepenuh hati." 🙏🌱

Ini bukan yang pertama kali saya dibantu saat motor mogok di jalan, namun ini pertama kalinya Oji melihat langsung bagaimana kebaikan itu ada di dalam hati manusia yang tidak kita kenal melalui bantuan mendorong motor dengan kaki di jalan. Dan kebaikan itu hanya akan sampai bila kita pantas menerima kebaikan itu.

Menutup catatan ini dengan mengutip status sekisah dari kak Dio Andi Muhyiddin beberapa hari yang lalu, "Malam yang penuh kebaikan. Kita semua bersaudara." 🙏🌱

Cipinang Muara, 3 Maret 2020

#catatanharianAndito
#selfreminder

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top