Ini adalah sebuah tulisan panjang sebagai catatan rasa syukur atas pencapaian Oji pada khususnya dan kami sekeluarga pada umumnya melalui event Jakarta Open.
Ya, rangkaian 3 hari mengikuti lomba renang Jakarta Open pun selesai.
Event renang berskala nasional ini memang menjadi salah satu event yang menjadi tolok ukur prestasi bagi atlit2 renang Indonesia.
Karena pesertanya bukan hanya dari Jakarta saja, namun dari klub2 renang berbagai kota di Indonesia. Bahkan atlit nasional Indonesia seperti Triadi Fauzi turut hadir dan mencatatkan waktunya di papan skor. Masih teringat saat atlit nasional Siman Sudartawa ikut hadir tahun lalu dan Oji sempat berfoto bersama.
Ya, event ini menjadi penting karena di sinilah para atlit dapat mengukur pencapaian waktunya, apakah sudah melampaui limit yang ditetapkan sesuai dengan kelas usianya.
Kalau tidak bisa melampaui? Harus membayar denda. Jadi, kalau bukan perenang yang bersungguh2, akan tidak mudah lolos limit di event ini.
Namun Jakarta Open 2019 ini istimewa, karena limit untuk kelas usia paling kecil, KU IV, ditiadakan. Akibatnya? Pesertanya pun membludak. Terutama saat hari kedua saat nomor gaya bebas 50 meter dipertandingkan. Suasana Stadion Akuatik GBK puenuh sekali dengan manusia.
Ya, dalam mengikuti event2 olahraga, bisa jadi yang dikejar oleh para orangtua dan pelatih bukanlah prestasinya, namun pengalamannya. Apalagi bila eventnya diadakan di GBK. Melihat nama anak2 kita terpampang di papan skor seperti atlit2 profesional sudah merupakan kebahagiaan tersendiri.
Bagaimana dengan Oji, 10 tahun, yang tahun ini resmi masuk KU IV yang rentang usianya adalah 10-12 tahun? Bagi saya pribadi, banyak hal baik yang terjadi di dalam pelaksanaan Jakarta Open 2019 tahun ini.
1. Nur dan Oji Berhasil Naik Angkutan Umum PP ke GBK
Kami memang keluarga yang menikmati perjalanan dengan angkutan umum. Kebetulan saja memiliki kendaraan roda empat pribadi masih menjadi impian. Dan kami mensyukuri keadaan ini karena Oji dan Yanthi sudah terbiasa dengan suasana angkutan umum yang terasa semakin hari semakin baik kualitas dan pelayanannya. Kebetulan kami memakai sarana JakLingko dan Transjakarta.
Hanya saja biasanya saya ikut serta di dalam perjalanan, sehingga membuat Nur dan anak2 cenderung menyerahkan urusan pernavigasian kepada ayah dan suaminya. Akibatnya? Mereka menjadi tidak awas dengan petunjuk2 yang akan membawa mereka sampai ke tujuan.
Hari pertama, karena mengejar waktu agar tidak tertinggal dan bisa mencari celana renang yang dibutuhkan, Nur dan anak2 pergi menggunakan taksi online. Demikian juga saat kembali karena Oji dan Yanthi sudah sangat lelah.
Di hari kedua inilah Nur dan Oji memberanikan diri untuk menempuh perjalanan ke GBK tanpa saya. Sebelum berangkat, catatan mengenai apa yang perlu dinaiki dan turun di mana sudah disalin lengkap dan dibaca berulang2. Dan aku melepas keduanya dengan penuh keyakinan bahwa hari ini akan merubah hidup mereka menjadi berani dan lebih akrab dengan angkutan umum di Jakarta.
Dan mereka berdua berhasil pulang-pergi menggunakan angkutan umum di hari kedua. Well done, mama Nur dan Ji O :D
=======
2. Oji Berhasil Melampaui Limit2 di KU IV
"Bagaimana lombanya? Dapat juara berapa?"
Cukup akrab dengan sambutan seperti itu, baik dari orangtua, saudara, teman atau tetangga yang mengetahui bahwa anak2 kita baru kembali dari sebuah kompetisi?
Yes, dulu pun saya pernah di dalam posisi sebagaimana para penanya di atas. Bahwa dalam mengikuti sebuah kompetisi, hasil akhir adalah segalanya. Sehingga bila prestasi belum dapat dicapai, seakan sebuah aib yang kalau bisa tidak diceritakan. Dan tidak menutup kemungkinan baik orangtua maupun anak akan melakukan segala cara (termasuk cara yang curang) agar prestasi itu bisa diraih sehingga bisa menjawab dengan bangga, "Saya menang! Saya juara!"
Menjadi orangtua yang mendampingi anaknya bertumbuh dalam dunia olahraga, membuat saya semakin hari semakin melihat bahwa semua bukan tentang apa penilaian orang lain terhadap anak kita, namun bagaimana kita memaknai proses yang dijalani oleh anak dan menginternalisasi nilai2 tersebut kepada anak2 kita.
Sejak awal, saya sudah melihat bahwa tujuan utama dari kegiatan renang Oji dan Yanthi bukanlah untuk menjadi atlit yang berprestasi di event2 nasional bahkan internasional. Tujuan utamanya adalah menjadikan mereka memiliki modal tubuh yang sehat karena olahraga rutin yang dibiasakan sejak kecil. Dalam renang juga terdapat nilai2 yang bisa diterapkan dalam bidang kehidupan lain seperti keberanian, kerja keras, menikmati proses dan berupaya menjadi pribadi yang menyenangkan agar mendapat banyak persahabatan.
Maka dalam mengikuti event2 pertandingan, yang menjadi ukuran adalah pencapaian limit pribadinya. Mencatat hasil dari setiap pertandingan membuat saya, Nur, Oji dan Yanthi dapat melihat proses perkembangan yang dicapai oleh mereka. Dan untuk Oji, proses itu terlihat begitu jelas dalam event Jakarta Open kali ini.
Banyak nomor lomba yang dipertandingkan, mulai dari jarak 50 meter sampai jarak 1500 meter, mulai dari gaya bebas sampai gaya ganti perorangan, mulai dari lomba individu sampai estafet berkelompok. Kami mengikuti saran pelatih renang Oji untuk menurunkan Oji di 4 nomor pertandingan: 50 meter gaya punggung, 100 meter gaya punggung, 50 meter gaya bebas dan 200 meter gaya bebas. Plus 2 nomor estafet: gaya bebas dan gaya ganti.
Dari semua nomor, hanya 100 meter gaya punggung yang pernah diikuti Oji di pertandingan Jakarta Open tahun lalu sehingga ada catatan waktunya. Waktu itu, Oji mencatat angka di 1.44.64. Dan kini, Oji mencatatkan waktu pada nomor yang sama di 1.24.65.
20 detik yang dicapai dalam waktu setahun, bagi saya pribadi merupakan prestasi Oji yang luar biasa. Ditambah lagi Oji mencatatkan waktu lebih baik dari limit KU IV pada nomor2 lainnya seperti:
- 50 m gaya punggung 39.07 (limit 49.34)
- 50 m gaya bebas 35.13 (limit 37.80)
- 200 m gaya bebas 2.47.40 (limit 2.59.55)
Well done, Ji O. Very very well done
=======
3. Orangtua Perlu Lebih Aktif Terlibat dan Memantau Jalannya Pertandingan
Ini adalah sebuah self reminder untuk saya dan istri, karena di hari terakhir kami mendapati Oji yang sudah siap ikut dalam estafet gaya ganti tiba2 tidak jadi turun.
Kok bisa? Itu juga yang jadi pertanyaan kami. Namun saat itu kami memutuskan untuk tidak mencari tahu terlebih dahulu karena kami telah menunggu seharian untuk event ini. Ketika batal tanpa informasi yang jelas, ternyata membuat perasaan kami terganggu oleh kecewa dan kesal.
Bisa saja kami memilih untuk 'melabrak' pelatihnya, namun itu tidak akan memberikan kebaikan untuk semua pihak, bahkan bagi kami sendiri. Akhirnya kami memutuskan untuk bergerak pulang, menikmati bekal makan yang tersisa, sambil membahaskan sikap apa yang akan disampaikan kepada pelatih terkait hal ini. Bersyukur kami bisa sampai di rumah walau hari semakin larut.
Dan kami mensyukuri keputusan kami untuk tidak memperturutkan kekesalan atau kekecewaan di saat kami sedang lelah. Setelah beristirahat dan tubuh terasa lebih segar, kami sudah lebih siap untuk bertanya mengenai apa yang terjadi kepada pelatih renang Oji. Dan kami mendapat jawabannya, bahwa ada peserta estafet dari klub BNT Depok yang tidak hadir namun tanpa pemberitahuan.
Bagi kami, ini sebuah pertanda bahwa kami tidak bisa menyerahkan urusan pertandingan anak2 kami sepenuhnya kepada pelatih. Terkhusus untuk urusan estafet, mungkin kami perlu sedikit 'cerewet' mengingatkan agar peristiwa ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
=====
Demikian sekilas keseruan dari event Jakarta Open di Stadion Akuatik, Gelora Bung Karno. Sebuah event yang sangat bergengsi karena diikuti lebih dari 25 klub berbagai kota di Indonesia. Bahkan ada yang dari Bali, Lombok, Jambi, Pekanbaru dan daerah2 lainnya. Bahkan sempat terlihat kaos seragam bertuliskan JOHOR. Wow, betul2 event yang keren sekali.
Bersyukur kami dapat mengikutinya. Dan semoga ini bisa menjadi sebuah catatan perjalanan perkembangan Oji di dalam dunia renang.
Keren, Ji O! :D
#keluarganandito
#homeschooling
#JakartaOpen2019
#renang
#swimming
0 comments:
Post a Comment