Field Trip Klub OASE - Mengenal Budaya Tionghoa di Kelenteng Toasebio
Sudah hari Rabu lagi, berarti kembali tiba hari berkegiatan bersama Klub OASE. Setelah menjalani sesi latihan panahan dengan jadwal skoring, kami sekeluarga melanjutkan perjalanan menuju daerah Glodok dimana Kelenteng Toasebio berada.
Mengapa ke kelenteng hari Rabu ini? Karena demikianlah jadwal field trip yang telah disepakati oleh teman-teman OASE untuk bulan ini atas kebaikan Mbak Greysia yang telah mempersiapkan segalanya. Sayang saja saya kurang beruntung, karena jalur jalan yang dipilih membuat rombongan mobil kami jadinya sampai paling belakangan deh… xD
Walau agak tertinggal, namun cukup banyak informasi menarik yang kami peroleh dalam pemaparan Bapak Ardian terkait dengan berbagai hal yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, sebagaimana kalender yang digunakan dalam budaya Tionghoa menggunakan sistem Lunisolar, artinya menggunakan peredaran bulan dan matahari untuk menentukan waktu. Lalu penjelasan mengenai larangan-larangan dalam Hari Raya Imlek, dimana salah satunya adalah larangan untuk menyapu dan membersihkan rumah pada hari itu.
Mempelajari budaya Tionghoa berarti mengenali bahasa-bahasa simbol yang digunakan di dalam budaya tersebut. Berbagai makna metafisika yang digunakan, dinyatakan pada dasarnya semua bertujuan mengajak umat manusia untuk dapat hidup lebih baik lagi, yaitu melalui cara menyelaraskan diri dengan alam.
- - - - - - -
Saat rehat makan siang, kami diajak menuju sebuah aula di belakang kelenteng, setelah sebelumnya berfoto bersama. Terima kasih kepada Mbak Greysia dan kawan-kawan yang menjamu kami dengan makanan dan minuman ringan yang menemani bekal makan siang yang kami bawa masing-masing.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan mengadakan sebuah permainan untuk mengenali shio dari para peserta berdasarkan tahun dan tanggal lahirnya. Karena telah didata sebelumnya, namaku, Nur, Oji dan Yanthi sudah berada di dalam daftar kenang-kenangan telah disiapkan oleh panitia. Terlihat Oji cukup antusias menunggu giliran namanya disebutkan oleh Mbak Greysia dan menerima kartu tanda shionya.
Aktivitas selanjutnya adalah melihat isi dari Kelenteng Toasebio yang menjadi tempat ibadah bagi para umatnya. Aroma hio dan lilin yang terbakar begitu terasa saat kami mulai memasuki ruang demi ruang kelenteng sambil mendengar pemaparan dari panitia pemandu seputar makna dari simbol dewa-dewi yang berada di sudut-sudut kelenteng.
Bagiku, ini adalah pengalaman pertama melangkahkan kaki ke dalam kelenteng dan mengamati simbol demi simbol di dalamnya. Di antara keramaian anak-anak yang bertanya ini-itu kepada pemandu, terlihat beberapa orang yang menjalankan ritual ibadahnya dengan membakar hio, meletakkan sesaji buah-buahan di altar, mengisi minyak untuk menjaga nyala api tetap menyala, dan sebagainya.
Sungguh setiap langkah di dalam Kelenteng Toasebio menjadi jejak-jejak pengalaman yang begitu terkesan. Dapat menyelami kesakralan sebuah tempat ibadah, berada bersama orang-orang yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa dengan cara yang diyakininya, sungguh memberikan kenyamanan dan kedamaian tersendiri di dalam hati. Karena berbeda cara penyembahan, bukanlah berarti kita tak bisa berjalan berdampingan, bukan? Dapat mengenal sebuah budaya dari dekat, sungguh menegaskan makna dari kata toleransi dan menghargai perbedaan dengan setulus dan sepenuh hati.
- - - - - - -
Maka dari itu, sungguh field trip kali ini sangat berkesan bagiku. Bagi Oji dan Yanthi yang masih kecil, mungkin kenangan ini tidak terlalu melekat di dalam ingatan. Namun kebersamaan yang berusaha kami tanamkan di dalam diri mereka sejak dini, semoga dapat menjadi benih-benih cinta kasih dan perdamaian yang sejati di dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang nanti. Amin.
Sekali lagi terima kasih, Mbak Greysia, atas kesempatannya bagi kami untuk dapat mengenali budaya Tionghoa dari dekat. Dan terima kasih, Klub Oase, atas field trip yang begitu penuh kesan dan mencerahkan ini.
Sampai jumpa di field trip berikutnya ya…. :)
Mengapa ke kelenteng hari Rabu ini? Karena demikianlah jadwal field trip yang telah disepakati oleh teman-teman OASE untuk bulan ini atas kebaikan Mbak Greysia yang telah mempersiapkan segalanya. Sayang saja saya kurang beruntung, karena jalur jalan yang dipilih membuat rombongan mobil kami jadinya sampai paling belakangan deh… xD
Walau agak tertinggal, namun cukup banyak informasi menarik yang kami peroleh dalam pemaparan Bapak Ardian terkait dengan berbagai hal yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, sebagaimana kalender yang digunakan dalam budaya Tionghoa menggunakan sistem Lunisolar, artinya menggunakan peredaran bulan dan matahari untuk menentukan waktu. Lalu penjelasan mengenai larangan-larangan dalam Hari Raya Imlek, dimana salah satunya adalah larangan untuk menyapu dan membersihkan rumah pada hari itu.
Mempelajari budaya Tionghoa berarti mengenali bahasa-bahasa simbol yang digunakan di dalam budaya tersebut. Berbagai makna metafisika yang digunakan, dinyatakan pada dasarnya semua bertujuan mengajak umat manusia untuk dapat hidup lebih baik lagi, yaitu melalui cara menyelaraskan diri dengan alam.
- - - - - - -
Saat rehat makan siang, kami diajak menuju sebuah aula di belakang kelenteng, setelah sebelumnya berfoto bersama. Terima kasih kepada Mbak Greysia dan kawan-kawan yang menjamu kami dengan makanan dan minuman ringan yang menemani bekal makan siang yang kami bawa masing-masing.
Courtesy of Greysia Susilo Junus |
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan mengadakan sebuah permainan untuk mengenali shio dari para peserta berdasarkan tahun dan tanggal lahirnya. Karena telah didata sebelumnya, namaku, Nur, Oji dan Yanthi sudah berada di dalam daftar kenang-kenangan telah disiapkan oleh panitia. Terlihat Oji cukup antusias menunggu giliran namanya disebutkan oleh Mbak Greysia dan menerima kartu tanda shionya.
Aktivitas selanjutnya adalah melihat isi dari Kelenteng Toasebio yang menjadi tempat ibadah bagi para umatnya. Aroma hio dan lilin yang terbakar begitu terasa saat kami mulai memasuki ruang demi ruang kelenteng sambil mendengar pemaparan dari panitia pemandu seputar makna dari simbol dewa-dewi yang berada di sudut-sudut kelenteng.
Bagiku, ini adalah pengalaman pertama melangkahkan kaki ke dalam kelenteng dan mengamati simbol demi simbol di dalamnya. Di antara keramaian anak-anak yang bertanya ini-itu kepada pemandu, terlihat beberapa orang yang menjalankan ritual ibadahnya dengan membakar hio, meletakkan sesaji buah-buahan di altar, mengisi minyak untuk menjaga nyala api tetap menyala, dan sebagainya.
Sungguh setiap langkah di dalam Kelenteng Toasebio menjadi jejak-jejak pengalaman yang begitu terkesan. Dapat menyelami kesakralan sebuah tempat ibadah, berada bersama orang-orang yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa dengan cara yang diyakininya, sungguh memberikan kenyamanan dan kedamaian tersendiri di dalam hati. Karena berbeda cara penyembahan, bukanlah berarti kita tak bisa berjalan berdampingan, bukan? Dapat mengenal sebuah budaya dari dekat, sungguh menegaskan makna dari kata toleransi dan menghargai perbedaan dengan setulus dan sepenuh hati.
- - - - - - -
Maka dari itu, sungguh field trip kali ini sangat berkesan bagiku. Bagi Oji dan Yanthi yang masih kecil, mungkin kenangan ini tidak terlalu melekat di dalam ingatan. Namun kebersamaan yang berusaha kami tanamkan di dalam diri mereka sejak dini, semoga dapat menjadi benih-benih cinta kasih dan perdamaian yang sejati di dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang nanti. Amin.
Sekali lagi terima kasih, Mbak Greysia, atas kesempatannya bagi kami untuk dapat mengenali budaya Tionghoa dari dekat. Dan terima kasih, Klub Oase, atas field trip yang begitu penuh kesan dan mencerahkan ini.
Sampai jumpa di field trip berikutnya ya…. :)
0 comments:
Post a Comment