CONVERSATION
Yanthi Sudah Bisa Meniup Balon
Sambil menunggu cetakan jadi di tempat cetak, aku agak geli juga saat melihat pipi Yanthi yang makin tembem itu semakin bulat karena meniup balon. Agak takjub juga melihat Yanthi yang berusia 3 tahun itu bisa meniup balon sampai besar. Semoga itu pertanda tubuh dan paru2nya sehat. Amin ^^d
CONVERSATION
Olympus Menempuh Jarak Kolam Renang Terpanjang
Sore ini, aku agak terkejut saat tak mendapati Oji di tempat ia biasa berlatih. Setelah mengamati seluruh area Kolam Renang Bojana Tirta, ternyata Oji sedang mengayuh kaki berpegangan papan menuju sisi terjauh dari kolam renang. Terakhir yang kutahu, hanya setengah kolam, lalu kembali lagi. Namun kali ini tidak setengah, tapi sampai ke ujungnya!
Tidak berhenti sampai di situ, Oji dan teman2nya kembali mengayuh kaki di kolam besar sampai ke sisi terjauhnya. Lalu dilanjutkan dengan berenang gaya bebas tanpa papan di kolam sedang beberapa putaran sebelum selesai.
Bagiku, ini adalah sebuah milestone lagi di dalam perkembangan renang Oji, dan hal tersebut begitu mengejutkan, mengharukan sekaligus membanggakan.
Semoga Oji tetap bersemangat berenang. Sekali lagi terima kasih ya Eyang Putri atas segenap supportnya :)
Tidak berhenti sampai di situ, Oji dan teman2nya kembali mengayuh kaki di kolam besar sampai ke sisi terjauhnya. Lalu dilanjutkan dengan berenang gaya bebas tanpa papan di kolam sedang beberapa putaran sebelum selesai.
Bagiku, ini adalah sebuah milestone lagi di dalam perkembangan renang Oji, dan hal tersebut begitu mengejutkan, mengharukan sekaligus membanggakan.
Semoga Oji tetap bersemangat berenang. Sekali lagi terima kasih ya Eyang Putri atas segenap supportnya :)
CONVERSATION
Petualangan Keluarga di Jawa Tengah
Perjalanan ini menjadi perjalanan perdana kami sekeluarga, aku, Nur, Oji dan Yanthi travelling bersama dengan menggunakan kereta ekonomi menuju Semarang. Ada dua hal yang akan kami kerjakan di dalam perjalanan ini, mengadakan workshop di kota Salatiga dan mengikuti acara #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily ke beberapa kota di Jawa Tengah.
Kami tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar pukul 9 malam. Lebih awal 2 jam sebelum keberangkatan kereta menuju Semarang pukul 11 malam nanti. Dari sana, saya mengetahui bahwa waktu boarding di peron kereta adalah 1 jam sebelum keberangkatan. Jadilah kami sekeluarga duduk-duduk di pelataran stasiun sambil menunggu waktu boarding tiba. Apresiasi kepada pihak stasiun karena telah menjadikan stasiun bersih dan tertib sehingga nyaman bagi kami untuk menunggu di sana ^^d
Yanthi (3 tahun) sendiri sudah tertidur sejak dari mobil menuju stasiun. Sedangkan Oji (6 tahun) mengisi waktunya dengan membaca komik atau peta miliknya. Perjalanan menuju Jawa Tengah ini menjadi momen yang tepat untuk memperdalam ilmu geografi Oji tentang kota-kota yang akan kami datangi.
Tibalah waktu bagi kami untuk berangkat. Dengan tiket seharga Rp 65.000, memang kursinya tidak terlalu nyaman di kelas ekonomi ini, namun jauh lebih enak ketimbang saat aku naik kereta ekonomi pulang pergi Malang-Jakarta sekitar 12 tahun yang lalu, dimana ramai sekali pedagang yang lalu-lalang dikarenakan kondisi setiap stasiun yang tidak steril. Kini, walau tetap ada yang berjualan, namun petugas resmi dari pihak kereta, jadi tetap lebih tertib.
Dalam kondisi dengan segala keterbatasan dan ketidaknyamanan, semoga anak-anak dapat belajar untuk menikmati kondisi apa pun di dalam sebuah perjalanan. Syukurlah kereta ekonomi ini berangkat tengah malam, sehingga kedua anakku tertidur dengan pulas sepanjang perjalanan.
Tiba di Semarang, Menuju Salatiga
Akhirnya kami tiba di Stasiun Semarang Poncol tepat waktu, sekitar pukul 6 pagi. Sempat menikmati mi dalam gelas instan sambil menikmati sinar matahari pagi di pelataran stasiun, tak lama sahabat-sahabat dari kota Salatiga tiba menjemput kami. Ada Angga, Mas Reza dan Bu Ari. Kebetulan mereka baru mengantar teman ke Stasiun Tawang yang jaraknya tidak jauh.
Sebelum menuju Salatiga, kami diajak untuk menikmati soto kudus di warung makan Mbak Lin, dekat sebuah stadion di Semarang. Bagiku, rasa soto aslinya cukup manis dibandingkan soto-soto yang pernah kucicipi sebelumnya. Mangkok untuk satu porsinya terlihat kecil, namun isinya cukup padat. Sip lah… ^^d
Setelah makan, meluncurlah kami ke kota Salatiga. Sebuah kota yang bisa disebut kecil kalau dibanding Jakarta, namun terlihat tertib dan teratur dengan aneka bidang usaha yang semakin beragam.
Menuju rumah Mbak Ade di daerah Grogol Baru, sebuah rumah yang terletak sekitar 50 meter dari jalan raya yang sepi. Betul-betul suasana rumah yang berbeda dengan tempat tinggalku di Cipinang, dimana rumahnya terletak di pinggir jalan raya yang ramai. Terima kasih ya, Mas Reza dan Mbak Ade, karena telah memberikan kami tempat menginap selama di Salatiga :)
Workshop-workshop Rumah Bunga di Kota Salatiga
Berawal dari ajakan sahabat kami, Ibu Septi Peni Wulandani, saat bertemu dalam acara workshop Rumah Bunga di Pekalongan, 6 Agustus 2015 yang lalu. Saat itu, beliau mengajak kami untuk melanjutkan workshop di kota Salatiga, yang berjarak beberapa jam perjalanan. Sungguh kami bersyukur dan berterima kasih atas tawaran dan apresiasi dari Bu Septi atas kegiatan kami. Namun melihat situasi dan kondisi saat itu, kami menawarkan untuk mempersiapkan workshop khusus dalam rangka memenuhi undangan Bu Septi di Salatiga pada bulan September mendatang.
Demikianlah kami datang ke Salatiga untuk memenuhi undangan tersebut. Bertempat di Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Nur berbagi ilmu mengeringkan bunga dan merangkai bunga kering di atas kartu bersama teman-teman dari Ibu Profesional Salatiga. Acara berlangsung lancar dan hangat, yang diakhiri dengan makan bersama, menikmati hidangan yang dibawa oleh para peserta (potluck).
Cerita selengkapnya mengenai workshop Rumah Bunga, silakan disimak di sini ya :)
Keesokan harinya, Nur kembali mengadakan workshop untuk teman-teman homeschooler Malaga di rumah Mbak Ade. Diikuti oleh orangtua dan anak-anak, sungguh sangat bersyukur dapat menyaksikan antusiasme mereka untuk menempelkan bunga di atas kartu. Gambar-gambar lengkapnya ada di sini ya :)
Di Godhong Pring, Penyet Tidak Dipenyet
Pada suatu malam, kami sekeluarga bersama keluarga Mbak Ade dan Mbak Mella diajak untuk mendatangi tempat makan bernama Godhong Pring yang berada di sekitaran alun-alun kota Salatiga. Sungguh tempat yang unik dengan menu yang terpampang di papan-papan tulis.
Di hadapan bartendernya, terdapat aneka bahan dasar minuman yang akan dibuatnya. Sedangkan dari tempat kami duduk, kami dapat melihat masakan kami dipersiapkan.
Salah satu konsep hiburan yang menarik adalah dipasangnya layar lebar yang terkoneksi dengan laptop, sehingga aneka hiburan dari internet dapat ditayangkan di sana. Anak-anak pun langsung berkreasi memasukkan link-link lagu kesukaan mereka, salah satunya adalah Dekat di Minecraft. Dan Yanthi terlihat sangat pede sekali menyanyikan lagu Frozen dengan bahasa Inggrisnya yang belepotan… xD
Untuk menu malam itu, aku memesan tempe penyet, dengan harapan mendapatkan menu tempe yang dipenyet dengan sambalnya. Rasanya, itu adalah menu sederhana, dan tidak sampai 20 menit mempersiapkannya bila semua materi dasarnya tinggal masak dan sajikan. Namun menu sederhana itu tidak kunjung keluar lebih dari 20 menit. Beberapa kali kami menanyakan ‘nasib’ pesanan kami, sampai akhirnya makanan itu keluar.
Dan… ternyata yang disajikan bukanlah tempe yang dipenyet, tapi tempe yang digoreng saja. Jadi, aku menunggu lama untuk tempe goreng? Nggak apa lah, masih untung dapat tempe goreng… xP. Dan memang kata pelayannya, tempe penyet ya itu… digoreng saja…
Sensasi Kuliner di Penyet Pedesss
Sudah lama kami sekeluarga mendengar seputar warung makan Penyet Pedesss yang tersohor. Yaa, setidaknya di antara keluarga kami lah, karena Angga, pemilik warung makan tersebut, adalah sahabat kami. Kadang ia berkunjung ke Jakarta dan menginap di rumah, namun belum ada kesempatan sekalipun bagi kami sekeluarga untuk berkunjung balik ke warung makan yang konon memiliki menu andalan ayam penyet tersebut.
Maka di salah satu sore di kota Salatiga, kami diantar Angga ke warung makannya. Memang perut sudah agak penuh karena baru saja makan siang, namun bila tidak pergi saat itu, kapan lagi?
Sampailah kami di sebuah warung yang terletak tidak jauh di sebelah kanan jalan setelah gerbang masuk kota Boyolali. Langsung saja aku memesan beberapa menu andalan mereka seperti ayam penyet, ayam geprek, jamur crispy, dan ayam goreng crispy saus oriental.
Satu kata: enak. Semua menu yang disajikan sangat nyaman disantap. Untuk yang krispi-krispi, jelas anak-anak sangat berselera. Dan terima kasih kepada Bu Iping yang datang lalu mentraktir semua pesanan kami pada sore itu :)
Kami tak bisa berlama-lama kongko-kongko di Pedess Penyet karena Angga ada urusan ke Semarang. Namun momen sesaat itu sudah cukup untuk membuatku ingin mampir lagi ke sana bila ada kesempatan. Dan saat melihat pelanggan lain masuk ke warung makan tersebut, aku seperti bisa merasakan kebahagiaan Angga saat ada orang lain yang datang dan menikmati aneka menu di warungnya itu. Semoga sukses selalu ya bro ^^d
(Entah kenapa untuk dokumentasi di Penyet Pedesss belum ditemukan foto-fotonya. Kalau ketemu, akan segera disusulkan...)
Memaknai Hasil Kesungguhan dan Ketekunan di Rumah Bu Iping
Bu Iping dan keluarganya adalah sahabat kami yang tinggal di kota Salatiga. Dalam kesempatan sebelumnya, kami mendapat kesempatan untuk mendatangi rumah yang sedang dibangunnya di kota Boyolali, hasil dari jerih-payahnya berdagang kerudung dan produk fashion lainnya. Sebuah rumah besar dengan suasana yang nyaman, dilengkapi ruangan yang sudah disiapkan untuk mesin-mesin jahit, ruang penyimpanan kain dan ruang bawah tanah untuk penyimpanan ekstra. Sedangkan lantai 2 masih dalam proses pembangunan.
Setelah dari Pedess Penyet Pedesss, kami diajak untuk berkunjung ke rumah Bu Iping yang pertama, tempat ia masih memproduksi produk-produk fashion. Betul-betul rumah yang lebih sederhana daripada rumah yang pertama. Dipadati dengan aneka pernak-pernik kebutuhan jualan di sana-sini, membawaku dalam renungan untuk mensyukuri rezeki yang dilapangkan Tuhan bagi Bu Iping sekeluarga melalui usahanya. Dan kami pun mendapat kesempatan untuk membantu mengepak aneka kerudung yang sudah siap jual ke dalam plastik-plastik kemasan.
Semoga Tuhan senantiasa berkenan melapangkan rezeki untuk Bu Iping dan keluarga. Semoga sukses selalu, Bu Iping ^^d
Bermain Sepuasnya @ Dreamland, Salatiga
Olympus memiliki minat yang besar dalam hal mengendarai mobil. Beberapa kali, bila ada kesempatan yang baik, Oji ikut menyetir di pangkuan Ayahnya. Walau hanya dari depan rumah sampai parkir ke garasi, Oji sudah sangat senang sekali.
Dan angan serta harapannya pun melambung begitu tinggi saat mendengar dari kakak sepupunya, Yudhistira, bahwa ada wahana permainan bom-bom car di kota Salatiga, saat kami akan berangkat ke sana.
Dreamland, itulah nama tempat wisata yang kami datangi beramai-ramai, kami sekeluarga dengan empat anak sahabat yang lainnya. Walau kami datang beramai-ramai, ternyata kondisi Dreamland sore itu betul-betul tidak ramai. Betul-betul hanya kami saja. Dua keluarga pengunjung lain tidak bermain wahana yang ada, selain berenang di kolam renang, tempat yang tidak kami rencanakan untuk dikunjungi sore itu.
Bila membayar per wahana, kami dikenakan biaya Rp 15.000 - Rp 20.000 per orang. Namun kalau membeli tiket terusan seharga Rp 50.000, kami bisa masuk berkali-kali ke beberapa wahana yang ada, termasuk kolam renang. Hanya permainan flying fox saja yang berlaku satu kali.
Aku bersyukur karena Oji, yang berusia 6 tahun, akhirnya memberanikan diri untuk meluncur di sepanjang lintasan flying fox. Begitu pun anak-anak yang lain, termasuk diriku. Rasanya terakhir naik flying fox waktu masih sekolah di Magelang dahulu, meluncur dengan menggunakan tambang dari satu pohon ke pohon yang lain :)
Ada wahana seperti kora-kora yang disebut circullar track, yang dikendalikan kecepatannya oleh dua orang, komidi putar, jet coaster, softplay (halang rintang untuk anak-anak) yang bisa dinaiki berkali-kali sampai wahananya tutup pukul 5 sore. Namun tidak ada wahana lain yang menjadi primadona selain bom bom car.
Aku dapat merasakan kebahagiaan seluruh anak-anak, bahkan istriku tercinta, saat menaiki mobil yang saling bertabrakan tersebut. Terutama Oji yang pada akhirnya dapat merasakan asyiknya menyetir sendiri dan saling bertabrakan tanpa khawatir.
Kebahagiaan itu pun bertambah saat kami dapat menaiki wahana tersebut berkali-kali. Bahkan saat menjelang sore, ketika mas penjaga wahananya menyiram rumput di sekitar tempat itu, ia mengajarkan kepada anak-anak cara menyalakan mesin bom bom car sendiri… :)
Betul-betul puas deh main bom bom car sore itu. Semoga menjadi pengalaman membahagiakan tersendiri bagi Oji. Amin :)
Foto-foto lengkapnya, silakan dilihat di sini ya :)
#TourTheTalent #OASEBackPackerFamily Dimulai
Akhirnya, hari untuk memulai acara #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily pun dimulai. Teman-teman dari Jakarta sudah berangkat menggunakan kereta ekonomi sejak dari semalam, dan akan sampai di Stasiun Semarang Poncol pagi ini pukul 6. Apa boleh buat, aneka persiapan tambahan membuat kami, rombongan yang membawa mobil, sampai di stasiun pada pada pukul 7 pagi.
Sebagian rombongan sudah menuju rumah Mas Ilik bersama dua kendaraan jemputan darinya. Dipandu dua sahabat dari Jaringan Rumah Usaha (JRU), kami menuju rumah Mas Ilik di daerah Indraprasta, Semarang.
Bersama Mas Ilik, Founder Jaringan Rumah Usaha (JRU)
Pertemuan pertama saya dengan Mas Ilik sAs sesungguhnya terjadi dalam acara Festival Pendidikan Rumah (FESPER) 2015 di Cibodas Golf Park, bulan Agustus 2015 yang lalu. Saat itu, tenda keluarga Mas Ilik bersebelahan dengan tenda saya di Dusun 1. Keluarga Mas Ilik datang belakangan, dan yang saya tahu, lebih banyak berada di dalam tenda daripada berkegiatan bersama. Mungkin juga tidak demikian, karena saya belum terlalu mengenal sosok Mas Ilik, Mbak Ririn dan anak-anaknya. Walau bersebelahan, tidak ada perbincangan apa pun yang terjadi antara saya dengan keluarga Mas Ilik.
Saat melangkahkan kaki di rumah Mas Ilik di bilangan Pondok Indraprasta, Semarang, sungguh tempat tinggal dan berkegiatan yang sangat menyenangkan. Kami dijamu soto yang diracik dari gerobaknya langsung, ditambah dengan wedang kembang tahu dan aneka lauk lainnya. Sungguh awal yang sangat luar biasa untuk sebuah perjalanan yang disebut backpackeran… =D
Di sanalah saya baru mulai mengenal sosok Mas Ilik yang begitu supel, ceplas-ceplos dan egaliter. Namun dari apa yang diceritakannya dan bagaimana orang-orang di rumah itu menghormatinya, saya mulai merasakan bahwa di dalam kesehariannya, Mas Ilik bukanlah sosok yang sesederhana penampilannya.
Persona Mas Ilik dengan Jaringan Rumah Usaha-nya semakin terlihat saat kami menghadiri Forum Wedangan yang diadakan di Gedung Telkom, Simpang Lima, Semarang, dengan hadirin dari berbagai kalangan. Ada rektor, budayawan, seniman dan sebagainya. Dan kabarnya, forum bincang-bincang yang sudah diadakan lebih dari 70 kali itu memang sengaja diadakan saat teman-teman dari Klub Oase akan bertandang ke rumahnya sebagai salah satu tujuan #TourTheTalent kali ini.
Benar saja, Mas Aar dan Mbak Lala disandingkan dalam satu panggung bersama Bu Septi Peni Wulandari dan budayawan Pak Prie GS, berbagi pandangan seputar kegiatan pendidikan berbasis keluarga (homeschooling) yang dijalani oleh teman-teman dari Klub Oase di hadapan hadirin di Semarang. Betul-betul bonus luar biasa bagi kami di dalam acara belajar sambil jalan-jalan ini :)
Tidak hanya seharian itu saja kami bersama Mas Ilik. Pada hari-hari berikutnya di Yogya, Muntilan, Temanggung sampai ke Salatiga, Mas Ilik dan keluarganya betul-betul ikutan di dalam perjalanan backpackeran kami. Walau tidak menginap bersama, namun beliau betul-betul hadir di antara kami. Padahal dengan statusnya sebagai founder JRU, niscaya ada aneka kesibukan lain yang harus dijalaninya. Bahkan saya sempat satu meja makan saat berada di restoran Joglo Ndeso, Muntilan, mendengarkan cara pandangnya saat bertukar pikiran dengan Kak Isal.
Salah satu pelajaran berharganya adalah bagaimana tetap memegang idealisme walau pada kesempatan pertama masih belum berhasil. Dan bagi Mas Ilik, orang yang hebat bukan karena ilmu, kekayaan atau kemuliaannya. Namun orang yang hebat adalah mereka yang tetap berusaha untuk bangkit saat mereka jatuh. “Saya adalah orang yang akan bangkit 100 kali bila mengalami 99 kali kejatuhan.” Kurang lebih begitulah yang dikatakan Mas Ilik kepada kami. Dan itu hanya sedikit di antara berbagai cerita menginspirasi lainnya… :)
Terima kasih atas kebersamaan dan ngobrol serta canda tawanya, Mas Ilik. Semoga kita dipertemukan kembali pada kesempatan yang baik berikutnya. Amin :)
Gambaran selengkapnya bisa dilihat di sini ya :)
Priceless Moments @ Ndalem Tomat, Kediaman Mbak Ira
Setelah seharian dibahagiakan oleh Mas Ilik dan keluarga bersama kawan-kawan dari Jaringan Rumah Usaha di Semarang, rombongan #OASEBackpackerFamily berangkat menuju Yogya menggunakan lima mobil. Mobil milik Mas Reza dan Mbak Ade, mobil milik Mas Udi, dan tiga mobil sewaan.
Kami sampai di Ndalem Tomat, Sleman, Yogyakarta, lewat pukul 12 malam. Waktu yang sangat larut bagi rombongan 41 orang bertamu ke rumah seseorang. Namun itulah Mbak Ira. Kami disambut dengan senyuman, dan langsung diarahkan ke tempat-tempat istirahat yang telah digelarnya di berbagai sudut rumahnya. Dan rasanya tidak membutuhkan waktu lama bagi kami untuk segera terlelap diselimuti dinginnya udara di kaki Gunung Merapi.
Keesokan harinya, kami langsung disuguhkan dengan berbagai kegiatan yang padat dan kaya dengan ilmu pengetahuan. Diawali dengan bersama-sama turun ke ladang, melihat sapi sedang membajak sawah. Lalu di tanah yang sudah dibajak itu, kami belajar menanam tanaman kacang hijau. Saya sendiri mendapatkan banyak sekali informasi seputar pertanian dari Pak Gimin, salah seorang yang membantu Mbak Ira merawat ladang-ladangnya.
Acara dilanjutkan dengan berbincang2 bersama teman-teman dari Jaringan Pangan Lokal, yang berbagi pandangan dan pengalaman seputar tanam-menanam di pedesaan bersama Mas Kuncoro. Kemudian Mas Uli mengadakan praktik membuat tempe. Dari sana, ada beberapa pencerahan dan ilmu yang diperoleh bahwa semua jenis kacang-kacangan dapat dijadikan tempe, menangkap bakteri tempe bisa dari tempe itu sendiri, dan tempe dapat dibuat dengan cetakan dalam bentuk apa pun.
Siangnya, Mbak Ella berbagi cara dan cerita seputar pembuatan cairan pembersih lantai, pelembab wajah dan pupuk cair menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan seperti kulit buah-buahan, minyak kelapa, lerak dan sebagainya. Dan sorenya, rumah Mbak Ira kedatangan warga dukuh untuk menyaksikan konser angklung yang diadakan oleh Jagongan Angklung Dukuh. Tidak selesai sampai di situ, malam harinya diadakan acara sharing dan diskusi seputar homeschooling bersama teman-teman penggiat pendidikan berbasis keluarga di Yogya, sementara anak-anak berlatih memainkan suling bambu dan menonton film.
Dan malam kedua pun berlalu. Kembali kami beristirahat nyenyak, sampai pagi menyapa tanpa terasa karena kami harus bangun lebih pagi untuk mengikuti acara mencari jejak di Malioboro bagi anak-anak, sedangkan sebagian rombongan akan menuju Restoran Joglo Ndeso untuk melihat instalasi hidroponik di sana.
Tak ada kesan yang lain selain sangat bersyukur dan berterima kasih karena kami memiliki sahabat sebaik Mbak Ira, yang kadar tergopoh-gopohnya dalam menyediakan apa-apa yang dibutuhkan oleh para tamunya betul-betul konsisten sejak awal kedatangan sampai menjelang kepulangan kami. Apa yang kami sebut sebagai #TourTheTalent benar-benar kami rasakan dengan interaksi langsung dengan para ahlinya di Ndalem Tomat ini. Semoga Tuhan Yang Maha Baik membalas semua kebaikan Mbak Ira dan teman-teman di Yogya semuanya.
Sampai jumpa di kesempatan yang baik berikutnya ^^d
Foto-foto lengkapnya, silikan dilihat di sini ya :)
Memupuk Inspirasi di Joglo Ndeso
Hari ketiga #TourTheTalent dari #OASEBackpackerFamily diawali dengan bangun lebih dini karena anak-anak sudah harus tiba di Jalan Malioboro pukul 8 pagi untuk mengikuti acara Mencari Harta Karun di Malioboro bersama Komunitas Jaladwara. Namun tidak semua rombongan menuju ke sana, sebagaimana saya, Nur dan beberapa teman mengarahkan kendaraan ke Restoran Joglo Ndeso milik Bu Bertha Suranto untuk melihat instalasi-instalasi hidroponik yang terpasang di sana.
Setelah memastikan kami meninggalkan rumah Mbak Ira dalam keadaan ‘rapi’, berangkatlah kami ke Muntilan. Tak sampai 1 jam perjalanan, dan terima kasih kepada Google Maps, kami dapat sampai di rumah makan yang bertetanggakan sawah tersebut dengan lancar.
Saat kami sampai sekitar pukul 9, keadaan restoran masih terlihat sepi walau sudah buka. Baru kami saja yang datang dan langsung melihat-lihat aneka instalasi dan metode menanam hidroponik yang tersebar di seluruh sudut restoran. Mulai dari wick system, DFT sampai guyurponik.
Bagi saya yang sedang menekuni dunia tanam-menanam, mendatangi Joglo Ndeso memberikan suatu semangat dan pengetahuan tersendiri. Salah satu yang ingin dicoba di rumah adalah menumbuhkan pepaya di dalam pot dengan media sekam bakar dan cocopeat, secara pepaya di rumah sepertinya tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi tanah di halaman sebelah yang merupakan bekas tanah urukan. Karena di Joglo Ndeso, pohon pepaya sudah berbuah, walau tingginya tidak sampai 1,5 meter.
Dan di luar dugaan, Mas Ilik sekeluarga datang juga ke tempat itu dan turut melihat instalasi hidroponik, lalu makan siang bersama sebelum melanjutkan perjalanan. Di meja makan itulah saya kembali mendapatkan cara pandang yang menarik dari seorang Mas Ilik dan Kak Isal yang sedang saling bertukar pikiran. Dan saya merasa bersyukur dan beruntung bisa berada semeja dengan orang-orang hebat ini. Betul-betul #TourTheTalent yang luar biasa bukan hanya bagi anak-anak, tapi orangtuanya juga ^^d
Foto-foto lengkapnya, silakan dilihat di sini ya :)
Mengagumi Kesungguhan Karya di Omah Kelingan
Selepas dari Restoran Joglo Ndeso, kami melanjutkan perjalanan #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily ke kota Temanggung untuk mendatangi seorang yang disebut-sebut memiliki prestasi internasional dengan Radio Magno dan sepeda bambunya. Menyusuri jalan berliku menuju tempat tujuan di Desa Kandangan, akhirnya kami tiba di sebuah tempat dimana berdiri rumah-rumah dengan bahan baku utama dari bambu. Dan tanpa menunggu lama, anak-anak, termasuk Oji dan Yanthi, langsung menjelajah rumah demi rumah dengan penuh ceria. Sedangkan para orangtua langsung disuguhi hidangan pecel, gablog (sejenis ketupat), bakwan dan kopi/teh hangat.
Pak Singgih, beliaulah manusia yang berada di balik karya-karya indah di Omah Kelingan, termasuk di dalamnya sepeda berbahan utama bambu dengan merk Spedagi. Tidak hanya itu, karya-karya tangan berbahan dasar kayu dengan merk Magno seperti casing radio, speaker, jam, yoyo dan lain sebagainya membuat kami berdecak kagum dan mengacungkan jempol atas kualitas karyanya yang ciamik.
Di dalam pemaparannya, Pak Singgih menyatakan bahwa ia memiliki semangat untuk merevitalisasi dan menggerakkan perekonomian di pedesaan. Salah satunya dengan mengadakan kegiatan homestay, dimana para pesertanya (di antaranya wisatawan-wisatawan asing) dapat tinggal di rumah bambu, diajak untuk melihat potensi dan permasalahan yang ada di pedesaan, merasakan makanan khas desa yang dimasak oleh warga desa, terlibat dalam kegiatan keseharian di pedesaan, dan lain sebagainya. Semangat itu ia utarakan di dalam berbagai forum bertaraf internasional yang didatanginya. Kembali kami mendapat kesempatan bertemu dan berinteraksi langsung dengan seorang yang memiliki kesungguhan dan karya yang luar biasa :)
Usai dari tempat Pak Singgih, kami pun meneruskan perjalanan menuju Salatiga, melewati jalur Kopeng yang terjal dan menantang. Sungguh kami bersyukur dapat sampai di rumah Mas Reza dan Mbak Ade di Salatiga dengan selamat. Betul-betul hari yang luar biasa ^^d
Untuk foto-foto selengkapnya, silakan dilihat di sini ya :)
Xanov dan Sapu Upcycle, Karya Anak Bangsa yang Super Keren
Kami sudah tiba di Kota Salatiga, tinggal di rumah Mas Reza dan Mbak Ade di daerah Grogol Baru. Sebuah rumah mungil dengan tiga kamar dan satu kamar mandi, didatangi lebih dari 40 orang. Cihuy nggak tuh? xD… Namun kami berbahagia berada di sana. Tidak lain dan tidak bukan karena kelapangan hati tuan rumahnya yang luar biasa, senyum-senyum saja kami memenuhi segala sudut rumahnya. Sampai wilayah garasi pun digelar karpet untuk tempat tidur bapak-bapak. Sedangkan isu kebutuhan kamar mandi dapat diatasi dengan kebaikan hati Eyang Salim, ibunda dari Bu Septi, yang tinggal tidak jauh dari rumah Mas Reza.
Hari keempat #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily betul-betul luar biasa. Di bawah petunjuk Aa Dodik dan Bu Septi, kami bertemu dengan orang-orang berdedikasi tinggi seperti Mas Aris dari Xanov dan Mas Shindu dari Sapu Upcycle yang berdomisili di kota Salatiga.
Sebelum menuju workshop, keduanya memaparkan seputar kegiatannya di ruang pertemuan Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, dimana Bu Septi dan Aa Dodik menjadi pemandu acaranya. Jujur saja, saat memberikan pemaparan, belum ada hal yang cukup mudah diingat dari apa-apa yang disampaikan, selain kegiatan umum keduanya seperti Xanov di bidang manufaktur, sedangkan Sapu Upcycle di bidang mengolah kembali limbah menjadi benda yang memiliki nilai jual tinggi.
Setelah menikmati makan siang bersama dengan menu nasi bungkus ayam goreng kremes di taman perpustakaan, kami menuju workshop dari Sapu Upcycle. Dan… wow… siapa menyangka di pelosok kota Salatiga (di Indonesia lho, teman-teman…) terdapat sekumpulan manusia yang menghasilkan karya tangan yang luar biasa. Limbah ban dalam truk yang kuat, dipotong sesuai pola, dijahit dan diberi ornamen dengan rapi menjadi produk-produk tas yang keren. Tidak hanya limbah ban dalam, terpal tenda peleton yang tak terpakai dipermak menjadi produk yang ciamik.
Kami semakin kagum karena dapat melihat langsung mesin-mesin jahit dan para manusia yang mengerjakannya. Sangat salut dengan segala semangat dan hasil karyanya. Semoga terus berkarya dan membawa nama harum Indonesia di dunia ya, Mas Shindu. Karena konon bila dijual di luar negeri, produk-produk tersebut harganya bisa 3-4 kali lipat!
Kami meninggalkan workshop Sapu Upcycle dengan kesan bangga dan bahagia yang mendalam. Dan Aa Dodik kembali memimpin rombongan kami menuju bengkel Xanov, masih di pelosok kota Salatiga.
Sebuah bangunan dengan rangka baja yang sedang direnovasi pada lantai atasnya, berisikan aneka alat-alat tangan yang berat. Bor berkekuatan besar, alat pelebur logam manual hanyalah beberapa dari sekian alat yang terdapat di dalam area workshop tersebut. Namun yang ter-luar biasa adalah sebuah mesin CNC berukuran besar.
Apa itu CNC? Kepanjangannya adalah Computer Numerically Controlled, yang artian bebasnya adalah sebuah mesin yang dapat membuat prototipe apa saja, asalkan masih di dalam ukuran bidang kerjanya. Ingin membuat handel pintu dengan ukuran baru yang tidak ada di pasaran, bisa. Ingin membuat mur dengan ukuran baru, ayuk. Pikiranku membawa kepada beberapa film science fiction yang memungkinkan membuat sebuah benda dari sebuah bongkahan material hanya dengan sebuah mesin. Dan mesin itu ada, di Salatiga, di Indonesia…. ^^d
Mas Aris menyatakan bahwa bengkelnya itu memang dikhususkan untuk pusat inovasi, bukan untuk produksi massal. Xanov dapat menjadi alternatif solusi bagi perusahaan manufaktur yang membutuhkan sebuah elemen yang tidak ada di pasaran dan harus dibuat secara khusus. Setelah prototipe dari Xanov disetujui, barulah produk itu diberikan kepada bengkel-bengkel lain untuk memperbanyaknya.
Apakah karya anak bangsa yang super hebat ini diapresiasi oleh pemerintah? Atau apakah pemerintah tidak mengetahui kalau ada anak bangsa yang karyanya juara seperti ini? Dan saya mendapat jawaban bahwa Mas Aris lebih memilih tetap dengan sikapnya yang independen dan idealis daripada berurusan dengan pemerintah. Karena tidak dapat dipungkiri, masih saja ada oknum yang menghendaki adanya bagian materi untuknya bila ada suatu proyek yang dikerjakan.. x(
Semoga Mas Aris, Mas Shindu dan kawan2nya dapat terus berkarya untuk membawa kebaikan bagi orang-orang sekitarnya dan siapa pun yang bermitra dengan mereka. Amin :)
Maka hari ini sungguh adalah hari yang membahagiakan dan membanggakan. Bahagia karena dapat bertemu dengan orang-orang hebat di bidangnya, bangga karena orang-orang hebat itu ada di Indonesia, di Salatiga, bisa ditemui dan sedang berkarya. Bukan kabarnya, bukan katanya. #TourTheTalent banget dah… b^^d
Foto-foto selengkapnya bisa dilihat di sini ya :)
Berkunjung ke Rumah Maya Amelia, Praktisi Hidroponik di Salatiga
Hari sudah menjelang gelap saat kami tiba di rumah Mbak Maya Amelia, salah seorang praktisi hidroponik di kota Salatiga. Agak terlambat kami berkunjung ke rumah beliau karena kepadatan acara #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily pada hari itu.
Tempat Mbak Maya berhidroponik taklah seluas restoran Joglo Ndeso milik Bu Bertha di Muntilan, namun bisa dikata beliau sudah berhasil menerapkan dan menghasilkan sayuran dari kebun sendiri dengan metode hidroponik. Hal itu memberikan dorongan semangat lagi bagi saya untuk menerapkan metode hidroponik di rumah sepulang dari rangkaian perjalanan Tour the Talent ini. Semoga berhasil. Amin ^^d
Memaknai dan Mensyukuri Kebersamaan dan Persahabatan di Atas Bumi Salatiga
Belum reda rasanya desiran bahagia setelah mengunjungi saudara sebangsa full prestasi dari Xanov dan Sapu Upcycle, malamnya kami sudah disuguhi lagi kegembiraan karena sahabat dan mentor kami, Bu Septi, sedang berulang tahun. Maka berdatanganlah kami ke rumahnya di daerah Margosari, Salatiga, untuk turut mensyukuri segala karunia dan nikmat yang diberikan kepada kami semua, khususnya untuk Bu Septi sekeluarga.
Menjadi bagian dari acara syukuran tersebut, Aa Dodik menyampaikan wejangannya (weits, wejangan… xD) untuk kami semua, apa yang menjadi impian dan harapannya serta cara pandangnya. Salah satunya terkait dengan bidang-bidang tanah yang dimilikinya.
Boleh dikata acara #TourTheTalent dari #OASEBackPackerFamily ini lahir dari sebuah rencana untuk melihat tanah (dari beberapa bidang tanah) yang dimiliki oleh Aa Dodik yang ditawarkan kepada Klub OASE untuk dikelola menjadi pusat kegiatan yang dinamai Kampung OASE. Rencana inilah yang kemudian berkembang dan berkembang menjadi acara tur keluarga ini.
Di hari kelima, sebagian dari rombongan #OASEBackPackerFamily pergi menuju sebuah bidang tanah di kota Salatiga, seluas sekitar 2.000 meter persegi, yang ditumbuhi pohon-pohon bambu, sengon, mahoni dan sebagainya. Di atas tanah itulah kami menapakkan kaki, memandangi tapak demi tapak tanah yang dimiliki Aa Dodik untuk Kampung OASE tersebut.
Setelah berbincang-bincang sambil duduk di atas tikar, ditemani semilir angin yang berhembus di antara pohon-pohon bambu, dan memanjatkan rasa syukur dan doa bersama kepada Tuhan di tempat itu, kami pun kembali ke rumah. Tak ada rencana awal apa-apa atas tanah tersebut, namun di dalam perbincangan itu kami, setidaknya saya, sangat mensyukuri persahabatan dan kebersamaan yang terjalin secara alami di Klub OASE.
Sungguh kami sangat beragam, mulai dari latar belakang suku, keyakinan, cara pandang, pola hidup, dan lain sebagainya. Namun ada hal-hal yang, entah mengapa, membuat kami dapat saling menghargai dan menyayangi dengan segala kelebihan dan kekurangan kami masing-masing. Hal yang jelas sama adalah kami sama-sama memilih jalan untuk tidak menyekolahkan anak di sekolah formal untuk pendidikannya. Sedangkan untuk yang lainnya, saling memahami, mensupport dan mengapresiasi itu seperti hadir saja dengan sendirinya. Agak tak mudah dijelaskan dengan kata-kata, namun itu terjadi dan dijalani begitu saja sampai hari ini.
Lalu, apakah akan ada Kampung OASE? Biarkan waktu yang menjawabnya. Mari kita sama-sama menikmati prosesnya dan melihat akan menjadi apa dan bagaimana OASE ini. Semoga kita dapat selalu berharmoni dalam keberagaman demi kebaikan bersama, demi kebahagiaan anak-anak kita di mana saja, kapan saja dan bersama siapa saja. Amin.
Terima kasih atas kesempatan bagi kami untuk melihat tanahnya ya, Aa Dodik dan Bu Septi. Semoga selalu lapang dan lancar rezekinya. Amin :)
Susur Sungai Muncul dan Joglo Rini, Indahnya Alam Salatiga
Usai memenuhi relung spiritual dengan kebahagiaan atas makna kebersamaan di atas tanah milik Aa Dodik, rombongan #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit keluar kota Salatiga, ke daerah Muncul dimana di sana terdapat wisata pemandian/kolam renang dan susur sungai. Sebelumnya, kami menikmati terlebih dahulu pecel dan aneka lauk gorengan sambil lesehan. Top banget deh… ^^d
Dengan harga karcis masuk sebesar Rp 2.000 per orang, kami sudah dapat menikmati serunya meluncur sepanjang sungai menggunakan ban karet. Anak-anak remaja memilih untuk mengambil start terjauh di ujung sungai, sedangkan anak-anak kecil seperti Oji dan Yanthi memulai dari jarak yang dekat. Sementara Mas Reza dan Kak Isal menjaga gawang menangkap ban yang melewati jembatan perbatasan, berikut juga anaknya kalau masih terikut. Monggo disimak dan dinikmati ekspresi wajah anak-anak yang bermain dengan bahagia… :) #nyesss
Usai dari menyusuri sungai muncul, perjalanan kami lanjutkan untuk ngupi-ngupi cantik di rumah makan Joglo Rini di kota Salatiga. Dan… wow… betul-betul rumah makan dengan view gunung Merbabu yang menyesakkan dada dengan keindahannya. Ditambah canda tawa anak-anak yang bermain riang di atas rumput dan pepohonan, menjadikan momen sore terakhir di Salatiga itu begitu berkesan.
Bagiku, untuk sebuah rumah makan dengan pemandangan yang keren, harga menu-menunya cukup wajar dan terjangkau. Salah satu tempat yang rasanya ingin dikunjungi kembali bila ada kesempatan berkunjung ke Salatiga lagi.
Dan… selamat ulang tahun untuk Yosua yang ke-8. Semoga menjadi anak yang penuh berkah dan berbahagia. Amin ^^d
Untuk foto-foto lebih lengkap, silakan dilihat di sini ya :)
Malamnya, kami sekeluarga ditambah Mbak Lala dijemput Bu Iping sekeluarga untuk menginap di rumahnya yang baru di Boyolali. Dalam kunjungan yang kedua ini, barulah aku lebih mengamati lagi setiap sudut rumah Bu Iping yang sedang dibangun tersebut, termasuk ruang bawah tanah dan lantai 2. Perjalanan pembangunan masih panjang, namun dengan mulai dipindahnya mesin-mesin produksi ke rumah tersebut, semoga semakin memperlancar jalan rezeki bagi Bu Iping sekeluarga. Amin :)
Dan keesokan harinya, rombongan #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily kembali ke Jakarta. Menikmati nasi kotak yang dipesan di warung makan Godhong Pring, dimakan di depan stasiun sambil menunggu kereta berangkat. Dan perjalanan kembali ke Jakarta dengan menggunakan kereta ekonomi di siang hari itu berjalan dengan lancar, dengan suasana ramai yang konsisten dari suara anak-anak maupun rumpian ibu-ibu. Sampai di Jakarta sekitar pukul 9 malam, sungguh penutup perjalanan yang luar biasa.
Terima kasih atas segala kemudahan dan keselamatan yang Engkau berikan, ya Tuhan. Semoga kami selalu dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari berbagai peristiwa yang Engkau hadirkan di hadapan kami. Terima kasih, ya Tuhan, atas petualangan keluarga kami yang luar biasa. Amin ^^
Kami tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar pukul 9 malam. Lebih awal 2 jam sebelum keberangkatan kereta menuju Semarang pukul 11 malam nanti. Dari sana, saya mengetahui bahwa waktu boarding di peron kereta adalah 1 jam sebelum keberangkatan. Jadilah kami sekeluarga duduk-duduk di pelataran stasiun sambil menunggu waktu boarding tiba. Apresiasi kepada pihak stasiun karena telah menjadikan stasiun bersih dan tertib sehingga nyaman bagi kami untuk menunggu di sana ^^d
Yanthi (3 tahun) sendiri sudah tertidur sejak dari mobil menuju stasiun. Sedangkan Oji (6 tahun) mengisi waktunya dengan membaca komik atau peta miliknya. Perjalanan menuju Jawa Tengah ini menjadi momen yang tepat untuk memperdalam ilmu geografi Oji tentang kota-kota yang akan kami datangi.
Tibalah waktu bagi kami untuk berangkat. Dengan tiket seharga Rp 65.000, memang kursinya tidak terlalu nyaman di kelas ekonomi ini, namun jauh lebih enak ketimbang saat aku naik kereta ekonomi pulang pergi Malang-Jakarta sekitar 12 tahun yang lalu, dimana ramai sekali pedagang yang lalu-lalang dikarenakan kondisi setiap stasiun yang tidak steril. Kini, walau tetap ada yang berjualan, namun petugas resmi dari pihak kereta, jadi tetap lebih tertib.
Dalam kondisi dengan segala keterbatasan dan ketidaknyamanan, semoga anak-anak dapat belajar untuk menikmati kondisi apa pun di dalam sebuah perjalanan. Syukurlah kereta ekonomi ini berangkat tengah malam, sehingga kedua anakku tertidur dengan pulas sepanjang perjalanan.
Tiba di Semarang, Menuju Salatiga
Akhirnya kami tiba di Stasiun Semarang Poncol tepat waktu, sekitar pukul 6 pagi. Sempat menikmati mi dalam gelas instan sambil menikmati sinar matahari pagi di pelataran stasiun, tak lama sahabat-sahabat dari kota Salatiga tiba menjemput kami. Ada Angga, Mas Reza dan Bu Ari. Kebetulan mereka baru mengantar teman ke Stasiun Tawang yang jaraknya tidak jauh.
Sebelum menuju Salatiga, kami diajak untuk menikmati soto kudus di warung makan Mbak Lin, dekat sebuah stadion di Semarang. Bagiku, rasa soto aslinya cukup manis dibandingkan soto-soto yang pernah kucicipi sebelumnya. Mangkok untuk satu porsinya terlihat kecil, namun isinya cukup padat. Sip lah… ^^d
Setelah makan, meluncurlah kami ke kota Salatiga. Sebuah kota yang bisa disebut kecil kalau dibanding Jakarta, namun terlihat tertib dan teratur dengan aneka bidang usaha yang semakin beragam.
Menuju rumah Mbak Ade di daerah Grogol Baru, sebuah rumah yang terletak sekitar 50 meter dari jalan raya yang sepi. Betul-betul suasana rumah yang berbeda dengan tempat tinggalku di Cipinang, dimana rumahnya terletak di pinggir jalan raya yang ramai. Terima kasih ya, Mas Reza dan Mbak Ade, karena telah memberikan kami tempat menginap selama di Salatiga :)
Workshop-workshop Rumah Bunga di Kota Salatiga
Berawal dari ajakan sahabat kami, Ibu Septi Peni Wulandani, saat bertemu dalam acara workshop Rumah Bunga di Pekalongan, 6 Agustus 2015 yang lalu. Saat itu, beliau mengajak kami untuk melanjutkan workshop di kota Salatiga, yang berjarak beberapa jam perjalanan. Sungguh kami bersyukur dan berterima kasih atas tawaran dan apresiasi dari Bu Septi atas kegiatan kami. Namun melihat situasi dan kondisi saat itu, kami menawarkan untuk mempersiapkan workshop khusus dalam rangka memenuhi undangan Bu Septi di Salatiga pada bulan September mendatang.
Demikianlah kami datang ke Salatiga untuk memenuhi undangan tersebut. Bertempat di Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Nur berbagi ilmu mengeringkan bunga dan merangkai bunga kering di atas kartu bersama teman-teman dari Ibu Profesional Salatiga. Acara berlangsung lancar dan hangat, yang diakhiri dengan makan bersama, menikmati hidangan yang dibawa oleh para peserta (potluck).
Cerita selengkapnya mengenai workshop Rumah Bunga, silakan disimak di sini ya :)
Keesokan harinya, Nur kembali mengadakan workshop untuk teman-teman homeschooler Malaga di rumah Mbak Ade. Diikuti oleh orangtua dan anak-anak, sungguh sangat bersyukur dapat menyaksikan antusiasme mereka untuk menempelkan bunga di atas kartu. Gambar-gambar lengkapnya ada di sini ya :)
Di Godhong Pring, Penyet Tidak Dipenyet
Pada suatu malam, kami sekeluarga bersama keluarga Mbak Ade dan Mbak Mella diajak untuk mendatangi tempat makan bernama Godhong Pring yang berada di sekitaran alun-alun kota Salatiga. Sungguh tempat yang unik dengan menu yang terpampang di papan-papan tulis.
Di hadapan bartendernya, terdapat aneka bahan dasar minuman yang akan dibuatnya. Sedangkan dari tempat kami duduk, kami dapat melihat masakan kami dipersiapkan.
Salah satu konsep hiburan yang menarik adalah dipasangnya layar lebar yang terkoneksi dengan laptop, sehingga aneka hiburan dari internet dapat ditayangkan di sana. Anak-anak pun langsung berkreasi memasukkan link-link lagu kesukaan mereka, salah satunya adalah Dekat di Minecraft. Dan Yanthi terlihat sangat pede sekali menyanyikan lagu Frozen dengan bahasa Inggrisnya yang belepotan… xD
Untuk menu malam itu, aku memesan tempe penyet, dengan harapan mendapatkan menu tempe yang dipenyet dengan sambalnya. Rasanya, itu adalah menu sederhana, dan tidak sampai 20 menit mempersiapkannya bila semua materi dasarnya tinggal masak dan sajikan. Namun menu sederhana itu tidak kunjung keluar lebih dari 20 menit. Beberapa kali kami menanyakan ‘nasib’ pesanan kami, sampai akhirnya makanan itu keluar.
Dan… ternyata yang disajikan bukanlah tempe yang dipenyet, tapi tempe yang digoreng saja. Jadi, aku menunggu lama untuk tempe goreng? Nggak apa lah, masih untung dapat tempe goreng… xP. Dan memang kata pelayannya, tempe penyet ya itu… digoreng saja…
Sensasi Kuliner di Penyet Pedesss
Sudah lama kami sekeluarga mendengar seputar warung makan Penyet Pedesss yang tersohor. Yaa, setidaknya di antara keluarga kami lah, karena Angga, pemilik warung makan tersebut, adalah sahabat kami. Kadang ia berkunjung ke Jakarta dan menginap di rumah, namun belum ada kesempatan sekalipun bagi kami sekeluarga untuk berkunjung balik ke warung makan yang konon memiliki menu andalan ayam penyet tersebut.
Maka di salah satu sore di kota Salatiga, kami diantar Angga ke warung makannya. Memang perut sudah agak penuh karena baru saja makan siang, namun bila tidak pergi saat itu, kapan lagi?
Sampailah kami di sebuah warung yang terletak tidak jauh di sebelah kanan jalan setelah gerbang masuk kota Boyolali. Langsung saja aku memesan beberapa menu andalan mereka seperti ayam penyet, ayam geprek, jamur crispy, dan ayam goreng crispy saus oriental.
Satu kata: enak. Semua menu yang disajikan sangat nyaman disantap. Untuk yang krispi-krispi, jelas anak-anak sangat berselera. Dan terima kasih kepada Bu Iping yang datang lalu mentraktir semua pesanan kami pada sore itu :)
Kami tak bisa berlama-lama kongko-kongko di Pedess Penyet karena Angga ada urusan ke Semarang. Namun momen sesaat itu sudah cukup untuk membuatku ingin mampir lagi ke sana bila ada kesempatan. Dan saat melihat pelanggan lain masuk ke warung makan tersebut, aku seperti bisa merasakan kebahagiaan Angga saat ada orang lain yang datang dan menikmati aneka menu di warungnya itu. Semoga sukses selalu ya bro ^^d
(Entah kenapa untuk dokumentasi di Penyet Pedesss belum ditemukan foto-fotonya. Kalau ketemu, akan segera disusulkan...)
Memaknai Hasil Kesungguhan dan Ketekunan di Rumah Bu Iping
Bu Iping dan keluarganya adalah sahabat kami yang tinggal di kota Salatiga. Dalam kesempatan sebelumnya, kami mendapat kesempatan untuk mendatangi rumah yang sedang dibangunnya di kota Boyolali, hasil dari jerih-payahnya berdagang kerudung dan produk fashion lainnya. Sebuah rumah besar dengan suasana yang nyaman, dilengkapi ruangan yang sudah disiapkan untuk mesin-mesin jahit, ruang penyimpanan kain dan ruang bawah tanah untuk penyimpanan ekstra. Sedangkan lantai 2 masih dalam proses pembangunan.
Setelah dari Pedess Penyet Pedesss, kami diajak untuk berkunjung ke rumah Bu Iping yang pertama, tempat ia masih memproduksi produk-produk fashion. Betul-betul rumah yang lebih sederhana daripada rumah yang pertama. Dipadati dengan aneka pernak-pernik kebutuhan jualan di sana-sini, membawaku dalam renungan untuk mensyukuri rezeki yang dilapangkan Tuhan bagi Bu Iping sekeluarga melalui usahanya. Dan kami pun mendapat kesempatan untuk membantu mengepak aneka kerudung yang sudah siap jual ke dalam plastik-plastik kemasan.
Semoga Tuhan senantiasa berkenan melapangkan rezeki untuk Bu Iping dan keluarga. Semoga sukses selalu, Bu Iping ^^d
Bermain Sepuasnya @ Dreamland, Salatiga
Olympus memiliki minat yang besar dalam hal mengendarai mobil. Beberapa kali, bila ada kesempatan yang baik, Oji ikut menyetir di pangkuan Ayahnya. Walau hanya dari depan rumah sampai parkir ke garasi, Oji sudah sangat senang sekali.
Dan angan serta harapannya pun melambung begitu tinggi saat mendengar dari kakak sepupunya, Yudhistira, bahwa ada wahana permainan bom-bom car di kota Salatiga, saat kami akan berangkat ke sana.
Dreamland, itulah nama tempat wisata yang kami datangi beramai-ramai, kami sekeluarga dengan empat anak sahabat yang lainnya. Walau kami datang beramai-ramai, ternyata kondisi Dreamland sore itu betul-betul tidak ramai. Betul-betul hanya kami saja. Dua keluarga pengunjung lain tidak bermain wahana yang ada, selain berenang di kolam renang, tempat yang tidak kami rencanakan untuk dikunjungi sore itu.
Bila membayar per wahana, kami dikenakan biaya Rp 15.000 - Rp 20.000 per orang. Namun kalau membeli tiket terusan seharga Rp 50.000, kami bisa masuk berkali-kali ke beberapa wahana yang ada, termasuk kolam renang. Hanya permainan flying fox saja yang berlaku satu kali.
Aku bersyukur karena Oji, yang berusia 6 tahun, akhirnya memberanikan diri untuk meluncur di sepanjang lintasan flying fox. Begitu pun anak-anak yang lain, termasuk diriku. Rasanya terakhir naik flying fox waktu masih sekolah di Magelang dahulu, meluncur dengan menggunakan tambang dari satu pohon ke pohon yang lain :)
Ada wahana seperti kora-kora yang disebut circullar track, yang dikendalikan kecepatannya oleh dua orang, komidi putar, jet coaster, softplay (halang rintang untuk anak-anak) yang bisa dinaiki berkali-kali sampai wahananya tutup pukul 5 sore. Namun tidak ada wahana lain yang menjadi primadona selain bom bom car.
Aku dapat merasakan kebahagiaan seluruh anak-anak, bahkan istriku tercinta, saat menaiki mobil yang saling bertabrakan tersebut. Terutama Oji yang pada akhirnya dapat merasakan asyiknya menyetir sendiri dan saling bertabrakan tanpa khawatir.
Kebahagiaan itu pun bertambah saat kami dapat menaiki wahana tersebut berkali-kali. Bahkan saat menjelang sore, ketika mas penjaga wahananya menyiram rumput di sekitar tempat itu, ia mengajarkan kepada anak-anak cara menyalakan mesin bom bom car sendiri… :)
Betul-betul puas deh main bom bom car sore itu. Semoga menjadi pengalaman membahagiakan tersendiri bagi Oji. Amin :)
Foto-foto lengkapnya, silakan dilihat di sini ya :)
#TourTheTalent #OASEBackPackerFamily Dimulai
Akhirnya, hari untuk memulai acara #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily pun dimulai. Teman-teman dari Jakarta sudah berangkat menggunakan kereta ekonomi sejak dari semalam, dan akan sampai di Stasiun Semarang Poncol pagi ini pukul 6. Apa boleh buat, aneka persiapan tambahan membuat kami, rombongan yang membawa mobil, sampai di stasiun pada pada pukul 7 pagi.
Sebagian rombongan sudah menuju rumah Mas Ilik bersama dua kendaraan jemputan darinya. Dipandu dua sahabat dari Jaringan Rumah Usaha (JRU), kami menuju rumah Mas Ilik di daerah Indraprasta, Semarang.
Bersama Mas Ilik, Founder Jaringan Rumah Usaha (JRU)
Pertemuan pertama saya dengan Mas Ilik sAs sesungguhnya terjadi dalam acara Festival Pendidikan Rumah (FESPER) 2015 di Cibodas Golf Park, bulan Agustus 2015 yang lalu. Saat itu, tenda keluarga Mas Ilik bersebelahan dengan tenda saya di Dusun 1. Keluarga Mas Ilik datang belakangan, dan yang saya tahu, lebih banyak berada di dalam tenda daripada berkegiatan bersama. Mungkin juga tidak demikian, karena saya belum terlalu mengenal sosok Mas Ilik, Mbak Ririn dan anak-anaknya. Walau bersebelahan, tidak ada perbincangan apa pun yang terjadi antara saya dengan keluarga Mas Ilik.
Saat melangkahkan kaki di rumah Mas Ilik di bilangan Pondok Indraprasta, Semarang, sungguh tempat tinggal dan berkegiatan yang sangat menyenangkan. Kami dijamu soto yang diracik dari gerobaknya langsung, ditambah dengan wedang kembang tahu dan aneka lauk lainnya. Sungguh awal yang sangat luar biasa untuk sebuah perjalanan yang disebut backpackeran… =D
Di sanalah saya baru mulai mengenal sosok Mas Ilik yang begitu supel, ceplas-ceplos dan egaliter. Namun dari apa yang diceritakannya dan bagaimana orang-orang di rumah itu menghormatinya, saya mulai merasakan bahwa di dalam kesehariannya, Mas Ilik bukanlah sosok yang sesederhana penampilannya.
Persona Mas Ilik dengan Jaringan Rumah Usaha-nya semakin terlihat saat kami menghadiri Forum Wedangan yang diadakan di Gedung Telkom, Simpang Lima, Semarang, dengan hadirin dari berbagai kalangan. Ada rektor, budayawan, seniman dan sebagainya. Dan kabarnya, forum bincang-bincang yang sudah diadakan lebih dari 70 kali itu memang sengaja diadakan saat teman-teman dari Klub Oase akan bertandang ke rumahnya sebagai salah satu tujuan #TourTheTalent kali ini.
Benar saja, Mas Aar dan Mbak Lala disandingkan dalam satu panggung bersama Bu Septi Peni Wulandari dan budayawan Pak Prie GS, berbagi pandangan seputar kegiatan pendidikan berbasis keluarga (homeschooling) yang dijalani oleh teman-teman dari Klub Oase di hadapan hadirin di Semarang. Betul-betul bonus luar biasa bagi kami di dalam acara belajar sambil jalan-jalan ini :)
Tidak hanya seharian itu saja kami bersama Mas Ilik. Pada hari-hari berikutnya di Yogya, Muntilan, Temanggung sampai ke Salatiga, Mas Ilik dan keluarganya betul-betul ikutan di dalam perjalanan backpackeran kami. Walau tidak menginap bersama, namun beliau betul-betul hadir di antara kami. Padahal dengan statusnya sebagai founder JRU, niscaya ada aneka kesibukan lain yang harus dijalaninya. Bahkan saya sempat satu meja makan saat berada di restoran Joglo Ndeso, Muntilan, mendengarkan cara pandangnya saat bertukar pikiran dengan Kak Isal.
Salah satu pelajaran berharganya adalah bagaimana tetap memegang idealisme walau pada kesempatan pertama masih belum berhasil. Dan bagi Mas Ilik, orang yang hebat bukan karena ilmu, kekayaan atau kemuliaannya. Namun orang yang hebat adalah mereka yang tetap berusaha untuk bangkit saat mereka jatuh. “Saya adalah orang yang akan bangkit 100 kali bila mengalami 99 kali kejatuhan.” Kurang lebih begitulah yang dikatakan Mas Ilik kepada kami. Dan itu hanya sedikit di antara berbagai cerita menginspirasi lainnya… :)
Terima kasih atas kebersamaan dan ngobrol serta canda tawanya, Mas Ilik. Semoga kita dipertemukan kembali pada kesempatan yang baik berikutnya. Amin :)
Gambaran selengkapnya bisa dilihat di sini ya :)
Priceless Moments @ Ndalem Tomat, Kediaman Mbak Ira
Setelah seharian dibahagiakan oleh Mas Ilik dan keluarga bersama kawan-kawan dari Jaringan Rumah Usaha di Semarang, rombongan #OASEBackpackerFamily berangkat menuju Yogya menggunakan lima mobil. Mobil milik Mas Reza dan Mbak Ade, mobil milik Mas Udi, dan tiga mobil sewaan.
Kami sampai di Ndalem Tomat, Sleman, Yogyakarta, lewat pukul 12 malam. Waktu yang sangat larut bagi rombongan 41 orang bertamu ke rumah seseorang. Namun itulah Mbak Ira. Kami disambut dengan senyuman, dan langsung diarahkan ke tempat-tempat istirahat yang telah digelarnya di berbagai sudut rumahnya. Dan rasanya tidak membutuhkan waktu lama bagi kami untuk segera terlelap diselimuti dinginnya udara di kaki Gunung Merapi.
Keesokan harinya, kami langsung disuguhkan dengan berbagai kegiatan yang padat dan kaya dengan ilmu pengetahuan. Diawali dengan bersama-sama turun ke ladang, melihat sapi sedang membajak sawah. Lalu di tanah yang sudah dibajak itu, kami belajar menanam tanaman kacang hijau. Saya sendiri mendapatkan banyak sekali informasi seputar pertanian dari Pak Gimin, salah seorang yang membantu Mbak Ira merawat ladang-ladangnya.
Acara dilanjutkan dengan berbincang2 bersama teman-teman dari Jaringan Pangan Lokal, yang berbagi pandangan dan pengalaman seputar tanam-menanam di pedesaan bersama Mas Kuncoro. Kemudian Mas Uli mengadakan praktik membuat tempe. Dari sana, ada beberapa pencerahan dan ilmu yang diperoleh bahwa semua jenis kacang-kacangan dapat dijadikan tempe, menangkap bakteri tempe bisa dari tempe itu sendiri, dan tempe dapat dibuat dengan cetakan dalam bentuk apa pun.
Siangnya, Mbak Ella berbagi cara dan cerita seputar pembuatan cairan pembersih lantai, pelembab wajah dan pupuk cair menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan seperti kulit buah-buahan, minyak kelapa, lerak dan sebagainya. Dan sorenya, rumah Mbak Ira kedatangan warga dukuh untuk menyaksikan konser angklung yang diadakan oleh Jagongan Angklung Dukuh. Tidak selesai sampai di situ, malam harinya diadakan acara sharing dan diskusi seputar homeschooling bersama teman-teman penggiat pendidikan berbasis keluarga di Yogya, sementara anak-anak berlatih memainkan suling bambu dan menonton film.
Dan malam kedua pun berlalu. Kembali kami beristirahat nyenyak, sampai pagi menyapa tanpa terasa karena kami harus bangun lebih pagi untuk mengikuti acara mencari jejak di Malioboro bagi anak-anak, sedangkan sebagian rombongan akan menuju Restoran Joglo Ndeso untuk melihat instalasi hidroponik di sana.
Tak ada kesan yang lain selain sangat bersyukur dan berterima kasih karena kami memiliki sahabat sebaik Mbak Ira, yang kadar tergopoh-gopohnya dalam menyediakan apa-apa yang dibutuhkan oleh para tamunya betul-betul konsisten sejak awal kedatangan sampai menjelang kepulangan kami. Apa yang kami sebut sebagai #TourTheTalent benar-benar kami rasakan dengan interaksi langsung dengan para ahlinya di Ndalem Tomat ini. Semoga Tuhan Yang Maha Baik membalas semua kebaikan Mbak Ira dan teman-teman di Yogya semuanya.
Sampai jumpa di kesempatan yang baik berikutnya ^^d
Foto-foto lengkapnya, silikan dilihat di sini ya :)
Memupuk Inspirasi di Joglo Ndeso
Hari ketiga #TourTheTalent dari #OASEBackpackerFamily diawali dengan bangun lebih dini karena anak-anak sudah harus tiba di Jalan Malioboro pukul 8 pagi untuk mengikuti acara Mencari Harta Karun di Malioboro bersama Komunitas Jaladwara. Namun tidak semua rombongan menuju ke sana, sebagaimana saya, Nur dan beberapa teman mengarahkan kendaraan ke Restoran Joglo Ndeso milik Bu Bertha Suranto untuk melihat instalasi-instalasi hidroponik yang terpasang di sana.
Saat kami sampai sekitar pukul 9, keadaan restoran masih terlihat sepi walau sudah buka. Baru kami saja yang datang dan langsung melihat-lihat aneka instalasi dan metode menanam hidroponik yang tersebar di seluruh sudut restoran. Mulai dari wick system, DFT sampai guyurponik.
Bagi saya yang sedang menekuni dunia tanam-menanam, mendatangi Joglo Ndeso memberikan suatu semangat dan pengetahuan tersendiri. Salah satu yang ingin dicoba di rumah adalah menumbuhkan pepaya di dalam pot dengan media sekam bakar dan cocopeat, secara pepaya di rumah sepertinya tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi tanah di halaman sebelah yang merupakan bekas tanah urukan. Karena di Joglo Ndeso, pohon pepaya sudah berbuah, walau tingginya tidak sampai 1,5 meter.
Dan di luar dugaan, Mas Ilik sekeluarga datang juga ke tempat itu dan turut melihat instalasi hidroponik, lalu makan siang bersama sebelum melanjutkan perjalanan. Di meja makan itulah saya kembali mendapatkan cara pandang yang menarik dari seorang Mas Ilik dan Kak Isal yang sedang saling bertukar pikiran. Dan saya merasa bersyukur dan beruntung bisa berada semeja dengan orang-orang hebat ini. Betul-betul #TourTheTalent yang luar biasa bukan hanya bagi anak-anak, tapi orangtuanya juga ^^d
Foto-foto lengkapnya, silakan dilihat di sini ya :)
Mengagumi Kesungguhan Karya di Omah Kelingan
Selepas dari Restoran Joglo Ndeso, kami melanjutkan perjalanan #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily ke kota Temanggung untuk mendatangi seorang yang disebut-sebut memiliki prestasi internasional dengan Radio Magno dan sepeda bambunya. Menyusuri jalan berliku menuju tempat tujuan di Desa Kandangan, akhirnya kami tiba di sebuah tempat dimana berdiri rumah-rumah dengan bahan baku utama dari bambu. Dan tanpa menunggu lama, anak-anak, termasuk Oji dan Yanthi, langsung menjelajah rumah demi rumah dengan penuh ceria. Sedangkan para orangtua langsung disuguhi hidangan pecel, gablog (sejenis ketupat), bakwan dan kopi/teh hangat.
Pak Singgih, beliaulah manusia yang berada di balik karya-karya indah di Omah Kelingan, termasuk di dalamnya sepeda berbahan utama bambu dengan merk Spedagi. Tidak hanya itu, karya-karya tangan berbahan dasar kayu dengan merk Magno seperti casing radio, speaker, jam, yoyo dan lain sebagainya membuat kami berdecak kagum dan mengacungkan jempol atas kualitas karyanya yang ciamik.
Di dalam pemaparannya, Pak Singgih menyatakan bahwa ia memiliki semangat untuk merevitalisasi dan menggerakkan perekonomian di pedesaan. Salah satunya dengan mengadakan kegiatan homestay, dimana para pesertanya (di antaranya wisatawan-wisatawan asing) dapat tinggal di rumah bambu, diajak untuk melihat potensi dan permasalahan yang ada di pedesaan, merasakan makanan khas desa yang dimasak oleh warga desa, terlibat dalam kegiatan keseharian di pedesaan, dan lain sebagainya. Semangat itu ia utarakan di dalam berbagai forum bertaraf internasional yang didatanginya. Kembali kami mendapat kesempatan bertemu dan berinteraksi langsung dengan seorang yang memiliki kesungguhan dan karya yang luar biasa :)
Usai dari tempat Pak Singgih, kami pun meneruskan perjalanan menuju Salatiga, melewati jalur Kopeng yang terjal dan menantang. Sungguh kami bersyukur dapat sampai di rumah Mas Reza dan Mbak Ade di Salatiga dengan selamat. Betul-betul hari yang luar biasa ^^d
Untuk foto-foto selengkapnya, silakan dilihat di sini ya :)
Xanov dan Sapu Upcycle, Karya Anak Bangsa yang Super Keren
Kami sudah tiba di Kota Salatiga, tinggal di rumah Mas Reza dan Mbak Ade di daerah Grogol Baru. Sebuah rumah mungil dengan tiga kamar dan satu kamar mandi, didatangi lebih dari 40 orang. Cihuy nggak tuh? xD… Namun kami berbahagia berada di sana. Tidak lain dan tidak bukan karena kelapangan hati tuan rumahnya yang luar biasa, senyum-senyum saja kami memenuhi segala sudut rumahnya. Sampai wilayah garasi pun digelar karpet untuk tempat tidur bapak-bapak. Sedangkan isu kebutuhan kamar mandi dapat diatasi dengan kebaikan hati Eyang Salim, ibunda dari Bu Septi, yang tinggal tidak jauh dari rumah Mas Reza.
Hari keempat #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily betul-betul luar biasa. Di bawah petunjuk Aa Dodik dan Bu Septi, kami bertemu dengan orang-orang berdedikasi tinggi seperti Mas Aris dari Xanov dan Mas Shindu dari Sapu Upcycle yang berdomisili di kota Salatiga.
Sebelum menuju workshop, keduanya memaparkan seputar kegiatannya di ruang pertemuan Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, dimana Bu Septi dan Aa Dodik menjadi pemandu acaranya. Jujur saja, saat memberikan pemaparan, belum ada hal yang cukup mudah diingat dari apa-apa yang disampaikan, selain kegiatan umum keduanya seperti Xanov di bidang manufaktur, sedangkan Sapu Upcycle di bidang mengolah kembali limbah menjadi benda yang memiliki nilai jual tinggi.
Setelah menikmati makan siang bersama dengan menu nasi bungkus ayam goreng kremes di taman perpustakaan, kami menuju workshop dari Sapu Upcycle. Dan… wow… siapa menyangka di pelosok kota Salatiga (di Indonesia lho, teman-teman…) terdapat sekumpulan manusia yang menghasilkan karya tangan yang luar biasa. Limbah ban dalam truk yang kuat, dipotong sesuai pola, dijahit dan diberi ornamen dengan rapi menjadi produk-produk tas yang keren. Tidak hanya limbah ban dalam, terpal tenda peleton yang tak terpakai dipermak menjadi produk yang ciamik.
Kami semakin kagum karena dapat melihat langsung mesin-mesin jahit dan para manusia yang mengerjakannya. Sangat salut dengan segala semangat dan hasil karyanya. Semoga terus berkarya dan membawa nama harum Indonesia di dunia ya, Mas Shindu. Karena konon bila dijual di luar negeri, produk-produk tersebut harganya bisa 3-4 kali lipat!
Kami meninggalkan workshop Sapu Upcycle dengan kesan bangga dan bahagia yang mendalam. Dan Aa Dodik kembali memimpin rombongan kami menuju bengkel Xanov, masih di pelosok kota Salatiga.
Sebuah bangunan dengan rangka baja yang sedang direnovasi pada lantai atasnya, berisikan aneka alat-alat tangan yang berat. Bor berkekuatan besar, alat pelebur logam manual hanyalah beberapa dari sekian alat yang terdapat di dalam area workshop tersebut. Namun yang ter-luar biasa adalah sebuah mesin CNC berukuran besar.
Apa itu CNC? Kepanjangannya adalah Computer Numerically Controlled, yang artian bebasnya adalah sebuah mesin yang dapat membuat prototipe apa saja, asalkan masih di dalam ukuran bidang kerjanya. Ingin membuat handel pintu dengan ukuran baru yang tidak ada di pasaran, bisa. Ingin membuat mur dengan ukuran baru, ayuk. Pikiranku membawa kepada beberapa film science fiction yang memungkinkan membuat sebuah benda dari sebuah bongkahan material hanya dengan sebuah mesin. Dan mesin itu ada, di Salatiga, di Indonesia…. ^^d
Mas Aris menyatakan bahwa bengkelnya itu memang dikhususkan untuk pusat inovasi, bukan untuk produksi massal. Xanov dapat menjadi alternatif solusi bagi perusahaan manufaktur yang membutuhkan sebuah elemen yang tidak ada di pasaran dan harus dibuat secara khusus. Setelah prototipe dari Xanov disetujui, barulah produk itu diberikan kepada bengkel-bengkel lain untuk memperbanyaknya.
Apakah karya anak bangsa yang super hebat ini diapresiasi oleh pemerintah? Atau apakah pemerintah tidak mengetahui kalau ada anak bangsa yang karyanya juara seperti ini? Dan saya mendapat jawaban bahwa Mas Aris lebih memilih tetap dengan sikapnya yang independen dan idealis daripada berurusan dengan pemerintah. Karena tidak dapat dipungkiri, masih saja ada oknum yang menghendaki adanya bagian materi untuknya bila ada suatu proyek yang dikerjakan.. x(
Semoga Mas Aris, Mas Shindu dan kawan2nya dapat terus berkarya untuk membawa kebaikan bagi orang-orang sekitarnya dan siapa pun yang bermitra dengan mereka. Amin :)
Maka hari ini sungguh adalah hari yang membahagiakan dan membanggakan. Bahagia karena dapat bertemu dengan orang-orang hebat di bidangnya, bangga karena orang-orang hebat itu ada di Indonesia, di Salatiga, bisa ditemui dan sedang berkarya. Bukan kabarnya, bukan katanya. #TourTheTalent banget dah… b^^d
Foto-foto selengkapnya bisa dilihat di sini ya :)
Berkunjung ke Rumah Maya Amelia, Praktisi Hidroponik di Salatiga
Hari sudah menjelang gelap saat kami tiba di rumah Mbak Maya Amelia, salah seorang praktisi hidroponik di kota Salatiga. Agak terlambat kami berkunjung ke rumah beliau karena kepadatan acara #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily pada hari itu.
Tempat Mbak Maya berhidroponik taklah seluas restoran Joglo Ndeso milik Bu Bertha di Muntilan, namun bisa dikata beliau sudah berhasil menerapkan dan menghasilkan sayuran dari kebun sendiri dengan metode hidroponik. Hal itu memberikan dorongan semangat lagi bagi saya untuk menerapkan metode hidroponik di rumah sepulang dari rangkaian perjalanan Tour the Talent ini. Semoga berhasil. Amin ^^d
Memaknai dan Mensyukuri Kebersamaan dan Persahabatan di Atas Bumi Salatiga
Belum reda rasanya desiran bahagia setelah mengunjungi saudara sebangsa full prestasi dari Xanov dan Sapu Upcycle, malamnya kami sudah disuguhi lagi kegembiraan karena sahabat dan mentor kami, Bu Septi, sedang berulang tahun. Maka berdatanganlah kami ke rumahnya di daerah Margosari, Salatiga, untuk turut mensyukuri segala karunia dan nikmat yang diberikan kepada kami semua, khususnya untuk Bu Septi sekeluarga.
Menjadi bagian dari acara syukuran tersebut, Aa Dodik menyampaikan wejangannya (weits, wejangan… xD) untuk kami semua, apa yang menjadi impian dan harapannya serta cara pandangnya. Salah satunya terkait dengan bidang-bidang tanah yang dimilikinya.
Boleh dikata acara #TourTheTalent dari #OASEBackPackerFamily ini lahir dari sebuah rencana untuk melihat tanah (dari beberapa bidang tanah) yang dimiliki oleh Aa Dodik yang ditawarkan kepada Klub OASE untuk dikelola menjadi pusat kegiatan yang dinamai Kampung OASE. Rencana inilah yang kemudian berkembang dan berkembang menjadi acara tur keluarga ini.
Di hari kelima, sebagian dari rombongan #OASEBackPackerFamily pergi menuju sebuah bidang tanah di kota Salatiga, seluas sekitar 2.000 meter persegi, yang ditumbuhi pohon-pohon bambu, sengon, mahoni dan sebagainya. Di atas tanah itulah kami menapakkan kaki, memandangi tapak demi tapak tanah yang dimiliki Aa Dodik untuk Kampung OASE tersebut.
Setelah berbincang-bincang sambil duduk di atas tikar, ditemani semilir angin yang berhembus di antara pohon-pohon bambu, dan memanjatkan rasa syukur dan doa bersama kepada Tuhan di tempat itu, kami pun kembali ke rumah. Tak ada rencana awal apa-apa atas tanah tersebut, namun di dalam perbincangan itu kami, setidaknya saya, sangat mensyukuri persahabatan dan kebersamaan yang terjalin secara alami di Klub OASE.
Sungguh kami sangat beragam, mulai dari latar belakang suku, keyakinan, cara pandang, pola hidup, dan lain sebagainya. Namun ada hal-hal yang, entah mengapa, membuat kami dapat saling menghargai dan menyayangi dengan segala kelebihan dan kekurangan kami masing-masing. Hal yang jelas sama adalah kami sama-sama memilih jalan untuk tidak menyekolahkan anak di sekolah formal untuk pendidikannya. Sedangkan untuk yang lainnya, saling memahami, mensupport dan mengapresiasi itu seperti hadir saja dengan sendirinya. Agak tak mudah dijelaskan dengan kata-kata, namun itu terjadi dan dijalani begitu saja sampai hari ini.
Lalu, apakah akan ada Kampung OASE? Biarkan waktu yang menjawabnya. Mari kita sama-sama menikmati prosesnya dan melihat akan menjadi apa dan bagaimana OASE ini. Semoga kita dapat selalu berharmoni dalam keberagaman demi kebaikan bersama, demi kebahagiaan anak-anak kita di mana saja, kapan saja dan bersama siapa saja. Amin.
Terima kasih atas kesempatan bagi kami untuk melihat tanahnya ya, Aa Dodik dan Bu Septi. Semoga selalu lapang dan lancar rezekinya. Amin :)
Susur Sungai Muncul dan Joglo Rini, Indahnya Alam Salatiga
Usai memenuhi relung spiritual dengan kebahagiaan atas makna kebersamaan di atas tanah milik Aa Dodik, rombongan #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit keluar kota Salatiga, ke daerah Muncul dimana di sana terdapat wisata pemandian/kolam renang dan susur sungai. Sebelumnya, kami menikmati terlebih dahulu pecel dan aneka lauk gorengan sambil lesehan. Top banget deh… ^^d
Dengan harga karcis masuk sebesar Rp 2.000 per orang, kami sudah dapat menikmati serunya meluncur sepanjang sungai menggunakan ban karet. Anak-anak remaja memilih untuk mengambil start terjauh di ujung sungai, sedangkan anak-anak kecil seperti Oji dan Yanthi memulai dari jarak yang dekat. Sementara Mas Reza dan Kak Isal menjaga gawang menangkap ban yang melewati jembatan perbatasan, berikut juga anaknya kalau masih terikut. Monggo disimak dan dinikmati ekspresi wajah anak-anak yang bermain dengan bahagia… :) #nyesss
Bagiku, untuk sebuah rumah makan dengan pemandangan yang keren, harga menu-menunya cukup wajar dan terjangkau. Salah satu tempat yang rasanya ingin dikunjungi kembali bila ada kesempatan berkunjung ke Salatiga lagi.
Dan… selamat ulang tahun untuk Yosua yang ke-8. Semoga menjadi anak yang penuh berkah dan berbahagia. Amin ^^d
Untuk foto-foto lebih lengkap, silakan dilihat di sini ya :)
Malamnya, kami sekeluarga ditambah Mbak Lala dijemput Bu Iping sekeluarga untuk menginap di rumahnya yang baru di Boyolali. Dalam kunjungan yang kedua ini, barulah aku lebih mengamati lagi setiap sudut rumah Bu Iping yang sedang dibangun tersebut, termasuk ruang bawah tanah dan lantai 2. Perjalanan pembangunan masih panjang, namun dengan mulai dipindahnya mesin-mesin produksi ke rumah tersebut, semoga semakin memperlancar jalan rezeki bagi Bu Iping sekeluarga. Amin :)
Dan keesokan harinya, rombongan #TourTheTalent #OASEBackPackerFamily kembali ke Jakarta. Menikmati nasi kotak yang dipesan di warung makan Godhong Pring, dimakan di depan stasiun sambil menunggu kereta berangkat. Dan perjalanan kembali ke Jakarta dengan menggunakan kereta ekonomi di siang hari itu berjalan dengan lancar, dengan suasana ramai yang konsisten dari suara anak-anak maupun rumpian ibu-ibu. Sampai di Jakarta sekitar pukul 9 malam, sungguh penutup perjalanan yang luar biasa.
Terima kasih atas segala kemudahan dan keselamatan yang Engkau berikan, ya Tuhan. Semoga kami selalu dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari berbagai peristiwa yang Engkau hadirkan di hadapan kami. Terima kasih, ya Tuhan, atas petualangan keluarga kami yang luar biasa. Amin ^^
CONVERSATION
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)
Popular Posts
-
Bersyukur, sudah hampir dua minggu, rutinitas subuh untuk olahraga berjalan kaki sudah berjalan dengan baik. Berdua Mas Andit, kami sama-sam...
-
www.graphicsfactory.com Memiliki pohon kersen yang berbuah lebat di halaman sebelah rumah, terkadang membuat kami berpikir atas apa yang bis...
-
MENULISKAN, MUMPUNG MASIH BISA MERASAKAN Setelah Eksplorasi Penggalang Oase 2019 ke Kampung Zuhud, Dusun Sukajadi, Desa Hegarmanah, Ke...
-
Pukul 5.15 WIB, kami sekeluarga sudah bangun dan sudah siap berangkat menuju ke Hotel Bumi Wiyata, Margonda, Depok, tempat diselenggaraka...
-
Suatu hari, aku melihat Olympus datang kepadaku dengan berseri-seri sepulang dari menemani Mama Nur berbelanja di salah satu minimarket di d...
-
Sebetulnya apa yang bisa Yanthi lakukan ini sudah kuamati mungkin sejak sebulan yang lalu. Aku pikir apa yang dicapainya ini hanya kebetulan...
-
Mengajak Yanthi dan Oji untuk berenang adalah merupakan salah satu cita-cita terpendamku terhadap keduanya. Memperkenalkan keduanya dengan k...
0 comments:
Post a Comment