Belajar Memilah dan Mengolah Sampah Basah

Entah mengapa dalam beberapa waktu terakhir ini aku memiliki minat yang besar dalam hal memilah dan mengurusi sampah. Mungkin salah satu faktornya karena aku mulai merasa sumpek melihat bak sampah di depan rumah yang dipenuhi sampah yang menumpuk karena tidak diambil petugas kebersihan dalam 2 minggu ini. Sebelumnya aku juga merasa gemas bila melihat sampah yang bertumpuk di pinggir-pinggir jalan. Dan aku melihat bahwa sampah adalah salah satu pekerjaan yang niscaya tidak ada habisnya dan merupakan masalah lingkungan yang serius, maka harus ada hal yang dilakukan, setidaknya dari diriku sendiri, untuk turut serta menjaga lingkungan terkait dengan pengelolaan sampah.

Tanpa disangka-sangka, ternyata salah satu teman Mbak Lala adalah Mbak Wilda Yanti, pendiri perusahaan Xaviera Global Synergy, yang berkecimpung di dalam pengolahan sampah. Dan ia berkenan memberikan kepada Mbak Lala satu set alat komposer untuk mengolah sampah basah. Dan di depan kami saat datang ke rumah beberapa waktu yang lalu, Mbak Wilda menunjukkan cara mengolah sampah basah mulai dari memilah, mencacahnya dengan pisau, memberikannya mikroba pengurai, lalu diberi juga serbuk gergaji sebagai pengendali air dan bau, dan memasukkannya ke dalam tong plastik yang sudah dimodifikasi sebagai tempat pengolahan sampah basah yang akan menghasilkan pupuk dalam bentuk cair dan padat.

Kini, sudah 3 hari alat pembuat kompos itu berada di rumah kami. Memang untuk menghasilkan pupuk katanya menunggu waktu sampai 7 hari, namun setidaknya ada sebuah manfaat besar yang kurasakan sampai hari ini, yaitu aku tidak membuang sampah ke tempat sampah di depan rumah selama 2 hari ini! Padahal sampah dapurku lagi lumayan banyak karena kami sedang membuat cemilan-cemilan seperti pisang goreng yang menghasilkan cukup banyak sampah kulit pisang, di samping sampah-sampah dapur sehari-hari. Kalau dihitung-hitung, 3 hari ini kami bisa menghasilkan 3-5 kantong plastik sampah yang harus dibuang ke tempat sampah di depan rumah. Namun kali ini, betul-betul aku tidak membuang sampah sama sekali ke tempat sampah depan rumah karena kulit-kulit pisang dan sampah-sampah basah yang lain sudah kupilah dan kurajang-rajang. Lalu kucoba memberikan mikroba dan serbuk gergaji sebagaimana yang dicontohkan Mbak Wilda.






Di samping itu, aku juga menempatkan sebuah tempat khusus untuk sampah-sampah kering berbahan plastik, kertas, karton, kaca dan sebagainya agar tidak memenuhi bak sampah basah. Semua sampah-sampah kering itu bila sudah terkumpul dapat diberikan ke bank sampah yang dikelola oleh salah satu RW di dekat tempat tinggalku. Demikian semua itulah yang telah membuat aku tidak membuang sampah ke tempat sampah di depan rumah dalam 2 hari ini.

Pada hari ketiga, akhirnya aku membuang satu plastik sampah ke depan rumah yang berisi plastik-plastik belanjaan ke pasar yang sudah dicuci namun sudah tidak layak pakai, dan berbagai sampah kecil-kecil yang terkumpul beberapa hari ini. Sungguh sangat sedikit bila dibandingkan saat aku tidak memilah sampah rumah tanggaku.

Sempat terlintas di dalam pikiranku saat aku sedang merajang-rajang kulit pisang untuk dimasukkan ke dalam tong pembuat kompos, "Aku seperti orang kurang kerjaan aja ngiris-ngiris kulit pisang...". Namun sisi hatiku yang lain menyatakan bahwa aku tidak sedang mengiris sampah, tapi sedang membuat pupuk. Ya ya... itu adalah alasan yang sangat tepat mengapa aku melakukan hal tersebut. Ada sebuah tujuan dari irisan-irisan kulit pisang dan sampah dapur lainnya, selain hal itu membuatku dapat mengurangi tumpukan sampah di tempat sampah depan rumah, dan semoga dapat menjadi sedikit kontribusiku dalam rangka menjaga lingkungan.

Kini aku sedang menunggu hasil dari pupuk yang sedang berolah di dalam gentong komposer di rumahku. Kata Mbak Wilda, aku sudah bisa memanen pupuk di bagian bawah komposer bila gentong tersebut sudah mulai penuh. Maka tulisanku selanjutnya menunggu pupuk hasil dari komposer tersebut.

Satu masukan untuk Mbak Wilda dan perusahaannya, semoga mereka dapat membuat alat pencacah untuk mengolah sampah rumah tangga sebagaimana yang sedang kukerjakan. Mbak Wilda mengatakan bahwa ia memiliki alat pencacah, tapi untuk ukuran besar dan menggunakan mesin penggerak. Maka bila alat pencacah untuk sampah rumah tangga yang ukurannya lebih kecil dapat terwujud, niscaya memilah dan mengolah sampah rumah tangga akan menjadi gerakan menjaga lingkungan yang menarik dan menyenangkan :)

Sekali lagi terima kasih kepada Mbak Wilda atas komposernya. Semoga perusahaannya semakin maju dan sukses sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang dapat mengolah sampahnya dengan baik, dan menjadikan Jakarta dan kota-kota di Indonesia menjadi bersih seperti kota-kota di Jepang tidak lagi hanya sekadar impian, namun dapat menjadi kenyataan. Amin...

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top